Data Kasus Kekerasan Seksual di Indonesia

Infografis Kasus Kekerasan Seksual di Indonesia (Foto : Owntalk)

Jakarta, Owntalk.co.id – Beberapa kasus awal tahun 2022 menambah deretan panjang data kasus Kekerasan Seksual (KS) di lingkungan pendidikan Indonesia.

Berikut data kekerasan seksual di lingkungan pendidikan Indonesia awal tahun 2022 :

  1. Kasus pelecehan seksual yang dilakukan aktivis kampus UMY inisial MKA melibatkan tiga korban yang juga mahasiswi. Kasus ini terungkap pada Januari 2022.
  2. Kasus pemerkosaan belasan santriwati dilakukan oleh guru pesantren di Bandung, Herry Wirawan. Kasus Herry Wirawan terungkap sejak Mei 2021 dan viral di media sosial pada Desember 2021. Kini, terdakwa dituntut hukuman mati.
  3. Seorang tokoh agama di Kecamatan Angkinang, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), Kalimantan Selatan (Kalsel), diduga mencabuli 11 perempuan. Kasus ini dilaporkan pada Januari 2022.
  4. Awal tahun 2022, dugaan kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh dosen H pada mahasiswi Unesa saat bimbingan skripsi terungkap.

Dilihat dalam laporan Komnas Perempuan per 27 Oktober 2021, sepanjang 2015-2020, sebanyak 51 aduan kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan yang diterima.

Dalam laporan itu, Komnas Perempuan mengungkap bahwa kasus kekerasan seksual paling banyak terjadi di universitas dengan angka 27 persen.

Menyusul angka 19 persen terjadi di pesantren atau pendidikan berbasis agama Islam, 15 persen terjadi di tingkat SMU/SMK, 7 persen terjadi di tingkat SMP, dan 3 persen masing-masing di TK, SD, SLB, dan pendidikan berbasis agama Kristen.

Untuk pelaku kekerasan seksual yaitu sebanyak 15% dilakukan oleh Kepala Sekolah (8 kasus), 43% dilakukan oleh
Guru/Ustadz (22 kasus), 19% oleh Dosen (10 kasus), 11% oleh Peserta didik lain (6 kasus), 4% oleh pelatih (2 kasus), dan 5% oleh pihak lain (3 kasus).

Kekerasan seksual di universitas, kasus yang diadukan umumnya menggunakan relasi kuasa dosen sebagai pembimbing skripsi dan pembimbing penelitian dengan modus mengajak korban untuk keluar kota, melakukan pelecehan seksual fisik dan non fisik di tengah bimbingan skripsi yang terjadi baik di dalam atau di luar kampus.

Kekerasan seksual di lingkungan pesantren memiliki ciri khas dibandingkan kekerasan seksual di lembaga pendidikan yang lainnya, antara lain pemaksaan perkawinan, memanipulasi santri bahwa telah terjadi perkawinan dengan pelaku, memindahkan Ilmu, akan terkena azab, tidak akan lulus, dan hafalan akan hilang. Kerentanan terjadi dalam satu kasus terhadap santri yang belum membayar biaya pendidikan.