[Profil] – Diky Wijaya, Kenangan dari Sepotong Kue Ulang Tahun

Diky Wijaya

“ Kue itu cukup mahal saya rasa, saya hanya dapat menikmati kue ulang tahun kalau ada teman yang menjatuhkannya, kue itu saya bersihkan dengan sedikit air, dan pada pasir yang menempel saya hembus-hembus, berupaya untuk membersikannya,” kata Diky Wijaya

Diky tak mendapatkan undangan dari temannya yang berulang tahun, siapapun tau, kalau mengundang Diky tak akan mendapatkan apa-apa. Boro-boro mengharapkan kado, Diky sendiri sangat kesulitan untuk makan.

Begitulah, lampiran kisah kecil masa lalu Diky Wijaya, SE., M.SI. Sekretaris Dinas Pendapatan Provinsi Kepulauan Riau itu memulai mengenang memori indah perjalanan hidupnya pada Owntalk.  

Pasar Minggu adalah daerah yang paling berkesan di masa kecil dia, selain lahir disana, Diky juga merasakan pahitnya kehidupan dikampung tersebut. Anak keempat dari dua belas bersaudara itu lahir dari keluarga yang serba kekurangan. Ia dibesarkan oleh seorang ayah yang hanya bekerja serabutan, sedangkan ibunya hanyalah buruh cuci.

Diky kecil kerap kali menahan lapar karena tidak ada makanan yang bisa dimakan di rumah. Setiap kali tetangga sebelah rumahnya memasak ayam goreng dengan aroma yang menggoda, dirinya hanya dapat mencium bau dari makanan yang tak dapat ia makan itu. Tak dipungkiri pula, makanan yang dihidangkan ibu adalah nasi putih dengan sebutir telur yang didadar dan dibagi menjadi 12 bagian.

“Dulu itu tiap kali mau makan, ibu goreng telor dadar. Nah telor itu harus dibagi dua belas supaya semuanya kebagian. Jadi, kami gak boleh tambah karena sudah pas telornya,” ujar pria kelahiran Agustus 1974 itu.

Tahun itu, rata-rata tetangga sudah menggunakan lampu penerangan dari listrik PLN, namun rumah orang tua Diky hanya diterangi lampu petromax minyak tanah. Kalau mau tidur, rumah akan gelap gulita karena lampu akan dimatikan untuk menghemat minyak tanah.

Kemiskinan orang tua Diky tak hanya sampai disitu, saat lebaran, orang tua Diky hanya bisa membelikan baju baru untuk anak-anaknya jika mendapatkan uang dari Zakat Fitrah. Itupun tak semua kebagian, karena bantuan Zakat Fitrah tak cukup untuk membeli 12 pasang baju baru.

Beruntungnya, dengan bantuan dana dari pemerintah, Diky dapat bersekolah dan menyelesaikan pendidikan Sembilan tahunnya secara gratis. Dimulai dari Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).

Diky kecil mengenyam pemdidikan SD hingga SMA di Jakarta. Kesempatan yang menghampiri dirinya tidak ia sia-siakan begitu saja. Tak tanggung-tanggung, semasa sekolah SD dan SMP, dirinya terus menduduki peringkat satu dan dua secara berturut-turut, bukti dari keseriusannya dalam belajar.  Namun hal itu tak bertahan lama, beranjak remaja, saat SMA, Diky muda terjerumus kedalam pergaulan yang salah. Tawuran, mencopet, berkelahi dan ugal-ugalan adalah hal lumrah ia lakukan bersama teman-teman Pasar Minggunya.

Karena hal tersebut, Diky nyaris saja tak menamatkan sekolahnya, pun setelah tamat, Diky hanya mampu mengumpulkan nilai rata-rata 6 pada Raport dan Izajahnya.

Setelah menyelesaikan pendidikan SMA di Jakarta, dengan hanya bermodalkan baju, ia kemudian mengadu nasib ke Batam.

Merantau ke Batam bukanlah pilihan Diky melainkan karena ibunya yang meminta dirinya untuk pergi merantau ke Batam mengikuti tawaran temannya. Alasan Sang ibu karena khawatir dengan kenakalan anaknya yang tak kunjung berubah dan itu juga menjadi sebuah pelajaran untuknya agar dia lebih dewasa dan tahu bagaimana hidup yang sesungguhnya.

Setibanya di Batam, Diky pernah bekerja menjadi seorang cleaning service selama dua minggu di Matahari Plaza. Kala itu, Diky belum mengenyam pendidikan tinggi, dia sadar betapa sulitnya mendapatkan pekerjaan di perusahaan, Berulang kali lamarannya di tolak lantaran ijazah yang diandalkan hanyalah tamatan SMA. Itu pun nilai ijazahnya rata-rata hanya enam. Namun demikian takdir berkata lain, ia diterima menjadi tenaga honorer di salah satu instansi pemerintahan. Dilihat dari ijazahnya, mungkin saja Diky tak akan pernah bisa bekerja di tempat itu. Tapi, Tuhan telah memberinya kesempatan, siapa sangka, Diky muda yang dulu hobi tawuran itu akhirnya lulus dalam penerimaan pegawai di Otorita Batam dengan usahanya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Disitulah dimulai titik balik kehidupannya untuk lebih baik.

Pada tahun 1995 – 2003, Diky bekerja di Instansi Pemerintahan sebagai honorer golongan II dan ditempatkan di PT. Bandara. Tak tanggung-tanggung, dengan bangganya ia pulang ke kampung halaman dengan menggunakan seragam Dinas Perhubungan untuk membuktikan pada ibunya bahwa Diky muda yang dulunya dikenal sebagai remaja yang nakal kini telah menjadi orang yang sukses ditanah perantauan. Ibu aku kembali untuk membuatmu tersenyum.

“Password kebahagiaan adalah seorang Ibu,” ungkap pria berkumis itu sambil tersenyum.

Setelah menjabat sebagai honorer dan memiliki cukup uang dari hasil kerja kerasnya. Barulah Diky memiliki keingan untuk melanjutkan kuliahnya ke jenjang yang lebih tinggi. Bukan semata-mata untuk mengejar gelar ataupun menjadi pejabat yang Diky inginkan, namun keinginannya untuk berkuliah itu hanyalah sebuah rasa penasaran yang menggebu-gebu dihatinya mengenai bagaimana rasanya kuliah seperti anak-anak orang kaya pada jamannya kala itu.

“Saya juga dulu kuliah tujuannya bukan mau punya posisi atau mau jadi pejabat gitu. Saya kuliah pengen merasakan apa sih enak nya kuliah yang di rasakan oleh anak-anak orang kaya dulu,” ujar ayah dari empat orang anak itu.

 Diky memilih Yayasan Pendidikan Teknologi Nasional (YPTN) pertama kali sebagai tempat menuntut ilmunya, namun hanya bertahan selama enam bulan saja. Diky memutuskan untuk pindah ke Universitas Riau Kepulauan (UNRIKA) dan memilih jurusan Ekonomi. Ia berhasil lulus dengan jangka waktu yang hanya ditempuh selama 3,5 tahun dengan IPK 2,6. Tak hanya berhenti disitu, Diky lalu melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi yaitu Pasca Sarjana di Surabaya dengan Jurusan Ekonomi dan sekarang (2021) sedang menyelesaikan pendidikan Doctoralnya di Universitas Batam (UNIBA) fakultas MSDM. Sebuah keajaiban bahwa seseorang yang dulunya hanyalah anak remaja ugal-ugalan yang tak terpikirkan akan jadi apa kedepannya itu berhasil melanjutkan pendidikannya hingga S3. Sebuah momentum yang sangat hebat. Masa lalumu tak menentukan jadi apa dirimu kedepannya jika ada niat dan tekad yang kuat untuk berubah.

Siapa sangka seorang Diky Wijaya mantan Kepala Seksi Otorita Batam itu sama sekali tidak pernah memiliki cita-cita untuk bekerja sebagai PNS. Bahkan, dikala kecil, Diky berangan-angan bahwa kelak saat ia dewasa, dirinya ingin menjadi seorang dokter dan guru agama.

“PNS ini bukanlah cita-cita yang saya inginkan dari awal. Dulu saya cita-citanya pengen jadi dokter dan guru ngaji,” ungkap pria berdarah betawi itu.

Profesi yang ia jalani kini merupakan nikmat yang tak terbendung bagi seorang Diky karena ia memiliki tujuan yang mulia dalam pekerjaannya ini. Dilatarbelakangi perjalanan hidup yang pahit, ia merasakan betul kerasnya hidup bagi seseorang yang tak berpunya. Hingga akhirnya ia selalu menanamkan prinsip dan memotivasi dirinya untuk selalu membantu orang lain. Dengan membantu orang lain, dirinya merasa puas karena dapat meringkan beban orang lain.

“Banyak orang-orang yang mampu dulu namun tidak membantu orang yang tidak mampu, maka saya memotivasi diri saya untuk menjadi orang yang sukses agar dapat membantu banyak orang,” tutur dirinya pada sesi wawancara di Owntalk.

Saat ini, Sepotong kue bukan persoalan lagi badi Diky, tak hanya sepotong, dengan gaji hasil kerjanya saat ini, Diky bisa saja membeli berapapun kue yang Ia mau. Namun, Diky merasa telah mendapatkan hikmah dari perjalanan masa lalu nya, dia ingin memberikan banyak potongan kue (manfaat, red) kepada banyak orang disekitarnya.

Tidak hanya dikenal sukses sebagai seorang pejabat, ia juga dikenal sebagai seorang pengusaha. Memiliki perusahan media Suara Batam, serta memilki usaha Restaurant merupakan rezeki lebih yang diberikan sang Khalik kepada dirinya. Diky wijaya juga dikenal dengan seorang yang memiliki dua belahan jiwa. Ya, separuh dirinya berada di PNS dan separuh lagi di Politik. Hal itu dikarenakan ia memilki ketertarikan yang kuat dengan dunia politik sebagai tujuannya akhirnya. Keberhasilan yang ia raih saat ini merupakan hasil dari jerih payahnya serta doa seorang ibu yang menurutnya adalah hal yang sangat mustajab.

“Segala sesuatu yang ingin digapai harus melalui proses,”ujar pria yang telah berkecipung didunia PNS itu selama 27 tahun.

 Diky pernah menikah pada tahun 1999 dan dikaruniai tiga orang anak. Namun, pernikahannya itu tidak berjalan mulus dan harus kandas ditengah jalan. Sehingga ia harus berpisah dengan istrinya pada tahun 2010. Akan tetapi, pada tahun 2016, dirinya menikah lagi dengan seorang pegawai PNS samsat dan dikaruniai satu orang anak. Kini, ia memilki empat orang buah hati, dua laki-laki dan dua perempuan.

Tokoh yang selalu menginspirasinya untuk selalu menolong orang dan menjadi orang sukses adalah mertuanya sendiri,Yakni Soerya Respationo.  

“Jangan pernah memandang orang lain secara Syariat, tapi pandanglah secara Hakikat. Begitupula sebaliknya, padanglah diri kita sendiri secara Hakikat, bukan Syariat,” ungkap Diky Wijaya seraya menegaskan kata-kata motivasi dari mertuanya itu.

Riwayat Pendidikan:

Diky mengenyam pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas di Jakarta Selatan. Setelah itu dia meraih gelar Sarjana Ekonomi (SE) nya di UNRIKA Batam pada tahun 1997, lalu melanjutkan S2 nya di Surabaya Fakultas Komunikasi dan sekarang sedang menjalani pendidikan Doctoral nya di Universitas Batam (UNIBA) Jurusan MSDM.

Riwayat Pekerjaan:

  • Honorer Golongan II (1995 – 2003)
  • PNS Golongan 3A (2003)
  • PNS Golongan 4B (2021)
  • Kepala Seksi Otorita Batam (2004)
  • Sekretaris Dispenda (2020 – Sekarang)

Pengalaman Organisasi:

– Senat (Kuliah)
– KNPI
– GP Ansor
– Badan Pemuda Tenaga Mesjid
– Penasehat di LSM LIRA (Hari ini)

Ditulis Oleh : Juni Zarlina dan Tim

Exit mobile version