Semula, kucing busok ini pernah menjadi cinderamata untuk dihadiahkan kepada para tamu istimewa yang berkunjung ke Pulau Garam pada era 1990-an. Seiring semakin langkanya keberadaan kucing tersebut di habitat aslinya, Pemerintah Kabupaten Sumenep pun melarang hal tersebut.
Masyarakat Pulau Raas pun melarang warga pendatang untuk membawa pergi kucing busok keluar pulau. Jika hal itu tetap dilakukan maka si kucing wajib dikebiri atau disteril terlebih dulu demi menjaga kemurnian ras kucing tersebut.
Upaya untuk menjaga keberadaan kucing ini di habitat aslinya ikut didukung oleh mitos-mitos yang berkembang di masyarakat Pulau Raas, di antaranya, kucing busok dapat mendatangkan nasib baik dan rezeki bagi pemeliharanya. Di samping itu, kucing busok juga dipercaya masyarakat setempat memiliki kemampuan mistis dan bagi siapa saja yang membawanya keluar dari Pulau Raas akan mendatangkan kesialan.
Upaya Diakui Dunia
Seperti dikutip dari laman www.infopublik.id, sebuah kontes kucing internasional bertajuk “Indonesia Breed and Raas Catshow” pernah digelar di Kota Sumenep sebagai rangkaian Visit Sumenep 2018 pada 14 April 2018. Bupati Sumenep saat itu, Busyro Karim, mengatakan bahwa kontes itu sengaja digelar sebagai komitmen pihaknya untuk menjaga kelestarian satwa langka Indonesia terutama kucing busok yang menjadi kebanggaan masyarakat Sumenep dan Pulau Raas.
Pemkab Sumenep saat itu menggandeng komunitas pecinta kucing ras, Cat Fancy Indonesia (CFI) yang menghadirkan juri kontes Lesley Morgan dari Australia dan Awaluddin Jafar dari Malaysia. Kontes diikuti 100 peserta, di mana 30 di antaranya menghadirkan kucing busok yang masih asli dari Pulau Raas.
Selang beberapa bulan kemudian, tepatnya November 2018, CFI bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mengadakan ekspedisi ke habitat kucing busok di Pulau Raas. Ekspedisi ini berhasil mengumpulkan 40 sampel kucing untuk observasi fenotipe dan genotipe, sekaligus uji asam deoksiribonukleat (DNA).
Salah satu peneliti zoologi LIPI yang ikut dalam ekspedisi tersebut, Yuli Sulistya Fitriyana, menjelaskan bahwa sampel DNA diambil dengan metode usap (swab). Selain untuk menguji sel epitelnya, menurut peneliti lulusan Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada yang bekerja pada Pusat Penelitian Biologi LIPI ini, metode usap dinilai lebih aman bagi kucing busok karena tidak menimbulkan stres dibandingkan dengan mengambil contoh darahnya.
Agar bisa diakui sebagai ras kucing dunia seperti halnya anjing kintamani sebagai anjing ras dunia, diperlukan sejumlah tahapan. Setidaknya ada dua tahapan perlu dilalui untuk jadi satu ras baru diakui dunia. Pertama, membuktikan kemurnian gen sampai tiga generasi. Kedua, Indonesia harus melakukan presentasi dalam forum internasional di hadapan World Cat Congress, organisasi berisi gabungan federasi dan asosiasi pelestari ras kucing dunia yang berdiri pada 1994.
Sudah saatnya Indonesia mencantumkan ras kucing asli yang diakui secara internasional. Ini dapat dimulai dengan mengusulkan kucing busok atau kucing raas sebagai kucing ras asli Indonesia asal Pulau Garam Madura. (***)