Tanjung Pinang, owntalk.co.id – Wulan semakin trauma tatkala foto ‘toples’ nya semakin menyebar di media Whatsapp. Perlakuan dari pelaku di anggapnya telah melampaui batas.
Wulan mengaku tak pernah mengetahui bahwa dirinya pernah di foto secara diam-diam oleh sesaorang.
Dia mencurigai seorang telah tanpa izin merekam foto nya saat sedang tidak menggunakan pakaian.
Sejatinya, Wulan sudah mengetahui dari pola yang menyimpang sebelu
Meski tak menyebut nama orang tersebut, Wulan hanya memberikan clue orang tersebut adalah mantan orang terdekat Wulan dari pola penyimpangan yang ada.
” Saya sama sekali tak pernah mengoleksi dan menyimpan foto-foto seperti itu, saya di rekam oleh seseorang secara diam-diam dan saya tak menyadari nya ” kata Wulan pada Owntalk.
Dia mengaku baru mengatahui foto itu tatkala, si pelaku juga mengirim foto dan video itu ke nomor Whatsapp nya menggunakan nomor Taiwan.
” Saya baru tahu foto itu setelah pelaku juga mengirimkannya ke nomor Whastapp saya,” lanjut Wulan.
Atas perlakuan tersebut, Wulan telah melaporkan kejahatan siber itu ke Polres Tanjung Pinang.
Wulan Jadi Korban Revenge Porn ?
Menyadur dari tulisan Kompas pada edisi, jumat, (4/10/2019) dengan judul “Awas, Revenge Porn! Sakit Hati Lalu Ancam Sebar Foto dan Video Intim…” Komisi Nasional (Komnas) Perempuan dalam Catatan Tahunan Kekerasan Terhadap Perempuan Tahun 2018 mendefinisikan revenge porn sebagai bentuk khusus malicious distribution yang dilakukan dengan menggunakan konten-konten pornografi korban atas dasar balas dendam.
Revenge porn masuk kategori kekerasan seksual berbasis siber karena dilakukan di dunia maya tetapi memiliki dampak di dunia nyata terhadap korban.
Kepala Departemen Kriminologi Universitas Indonesia Iqrak Sulhin mengungkapkan, konten dengan unsur privat memang rentan disalahgunakan dalam sebuah relasi.
Saat foto atau video diproduksi, tujuannya mungkin untuk dokumentasi pribadi. Namun, tak ada yang bisa menjamin keamanan konten tetap tersimpan.
“Jika dilihat ada orang dalam relasi yang mereka jalin lalu broke up (putus), kemudian muncul unsur sakit hati, konten itu bisa dimanfaatkan untuk macam-macam,” ujar Iqrak.
Revenge porn, tegas Iqrak, adalah pembalasan. Motif penyebaran konten yang dimiliki pelaku adalah menyakiti.
Psikolog dari Citra Ardhita Psychological Services, Ayoe Sutomo, MPsi mengatakan, dalam sebuah relasi yang rentan terhadap kekerasan ada individu dengan konsep diri yang tidak kuat dan tidak mampu menilai dirinya secara positif.
Individu dengan konsep diri seperti itu, kata Ayoe, cenderung berada pada posisi yang membiarkan pasangan menguasai dirinya.
“Ada salah satu pihak yang sangat dominan dan individu itu merasa bahwa diperlakukan seperti itu baik-baik saja, akhirnya terjadi yang seperti itu,” ujar Ayoe.
Revenge porn sebagai bagian dari perilaku kekerasan terhadap perempuan sebetulnya tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi sudah bisa dilihat gejalanya dari awal.
Perempuan sebagai pihak yang sering ada di posisi korban dalam hal ini sebenarnya bisa melakukan observasi dari perilaku pasangannya sehari-hari.
Misalnya, bagaimana emosi si pasangan mungkin mudah meledak-ledak hanya karena hal kecil atau pasangan sering mengatur, memaksa, dan mengancam.
“Kadang kala cinta menguasai semuanya. Itulah mengapa perlu objektivitas untuk melihat perilaku pasangan.”
Beberapa perilaku tersebut sebetulnya sudah mengindikasikan bahwa pasangan tidak sehat secara emosi sehingga berpotensi melakukan hal-hal lain yang bersifat kekerasan.
Namun, dalam konteks neurosains, hormon pada otak orang yang sedang dimabuk cinta cenderung tidak seimbang. Akibatnya, aspek emosi cenderung lebih berperan dibandingkan aspek logika.
Jeratan Pasal
Penasehat Hukum Wulan, Arief Kurniawan S.H bersama dengan Rional Putra S.H., M.H ditempatnya Mengatakan Hukum Kasus revenge porn ini dapat dijerat sejumlah pasal, mulai dari Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 Ayat 1 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) hingga Pasal 29 UU Pornografi.
Pasal 27 Ayat (1) UU ITE:
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Pasal 45 Ayat (1) UU ITE:
Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dipidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000.
Pasal 29 UU Pornografi:
Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah). (Haykal)