Jakarta, Owntalk.co.id – Konsep kebebasan ( al- h urriyyah atau liberty ) dalam Islam, asal mulanya adalah konsep ikhtiar dan taqdir , yang berkaitan dengan kebebasan atau tidaknya manusia dalam melakukan perbuatannya, dalam terminologi teologi atau agama.
Kemudian setelah terjadinya kontak dengan dunia barat konsep tersebut berkembang menjadi lebih luas cakupannya. Seperti kebebasan berekspresi atau mengemukakan pendapat, berfikir, kebebasan berpolitik atau kebebasan ekonomi.
Lalu manusia juga diberikan keleluasan oleh Allah, Apakah akan mengikuti perintahnya atau malah mengabaikan perintahnya.
Bahkan dalam Alquran Sendiri, Manusia diberikan kebebasan untuk memilih agama/ keyakinan dengan konsekuensi surga / neraka.
A. Q.s Al kahfi ayat 29 dan artinya :
وَقُلِ الْحَقُّ مِن رَّبِّكُمْ فَمَن شَاء فَلْيُؤْمِن وَمَن شَاء فَلْيَكْفُرْ إِنَّا أَعْتَدْنَا
لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا وَإِن يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاء
كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءتْ مُرْتَفَقًا ٢٩
Terjemahannya
Dan katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”. Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.
Namun. Tentang kebebasan berakidah, Allah Juga berfirman “Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua manusia di bumi seluruhnya. Maka, apakah kamu akan memaksa manusia supaya mereka semua menjadi mukmin?” (Yunus, 29) dan, “Tidak ada paksaan dalam beragama; sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah!” (Al-Baqarah: 256).
Kebebasan Akal dan Berpendapat
Kebebasan akal dan berpendapat, “Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata: Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang yang telah mati. Allah berfirman: Apakah kamu belum percaya? Ibrahim menjawab: Tentu saja saya percaya, tetapi supaya hati saya bertambah mantap.” (Al-Baqarah: 260) dan, “Sesungguhnya Aku telah mengulang-ulang bagi manusia dalam Al-qur’an ini pelbagai perumpamaan, dan manusia adalah makhluq yang paling banyak membantah.” (Al-Kahfi: 54).
Kebebasan Berkehendak
Kebebasan berkehendak, “Dan, seorang manusia tidak mendapatkan selain apa-apa yang telah diupayakannya. Dan, pelbagai upayanya itu kelak akan diperlihatkan kepadanya. Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna. Dan, kepada Tuhanmulah segala sesuatu akan bermuara.” (An-Najm, 39-42).
Ajaran Islam adalah ajaran yang bersifat universal, mencakup seluruh aspek kehidupan manusia dan ditujukan untuk seluruh umat di belahan bumi manapun mereka berada. Rangkaian ajarannya meliputi aspek keimanan, hukum, etika dan sikap hidup dengan menampilkan kepedulian besar terhadap kemanusiaan. ِ AlQuran berulang kali menyebutkan bahwa Allah SWT mengangkat derajat manusia dari makhluk lainnya dan berulang kali pula akan menurunkan derajatnya sampai lebih hina dari binatang apabila tidak mampu menggunakan anugerah akal dan kelengkapan anggota jasmani yang diberikan kepadanya. Di satu sisi derajatnya diangkat melebihi dari Malaikat, tetapi di sisi lain ia juga bisa menjadi lebih rendah dari hewan.
Semua tergantung pada kemampuan memfungsikan akal sebagaimana yang dikehendaki Allah SWT. Allah memuliakan manusia dari makhluk lainnya di muka bumi, memberi rezeki dari sesuatu yang baik-baik kepada mereka dan diberikan-Nya kelengkapan jasmani yang lebih sempurna dari setiap ciptaan-Nya di muka bumi. Agar derajat yang mulia itu dapat diraih oleh manusia, maka Islam mengemukakan lima jaminan dasar yang diberikan kepadanya, baik sebagai perorangan maupun sebagai kelompok.
Salah satu dari jaminan dasar itu ialah kebebasan beragama atau yang sering diungkapkan dengan kemaslahatan agama. Syariat Islam menjamin terpeliharanya kelima hak pokok yang diberikan Allah SWT kepada manusia bagi terciptanya kemaslahatan kehidupan, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.
Jaminan ini melandasi hubungan antar warga masyarakat atas dasar sikap saling menghormati yang akan menimbulkan sikap tenggang dan saling mengerti antara satu dengan yang lain. Terlepas dari sejarah yang mencatat penindasan, kepicikan pandangan dan kezaliman yang pernah terjadi terhadap kelompok minoritas agama, sejarah umat manusia membuktikan bahwa toleransi adalah bagian inheren bagi kehidupan manusia itu sendiri.
Toleransi merupakan hal yang tetap dibutuhkan demi berjalannya transformasi sosial sepanjang sejarah umat manusia. Bahkan sejarah membuktikan bahwa agama merupakan dobrakan moral atas kungkungan yang ketat dari pandangan yang dominan yang berwatak menindas.
Hal tersebut telah dibuktikan oleh Islam dengan dobrakannya atas ketidakadilan wawasan hidup jahiliah yang dianut mayoritas bangsa Arab di zamannya. Manusia di tempatkan pada martabat yang tinggi dan merupakan karunia pemberian Tuhan kepadanya, bukan pemberian manusia lain dan bukan pula pemberian negara atau superioritas lainnya.
Alquran menjelaskan hal ini secara tegas untuk memperkuat prinsip kemuliaan martabat manusia yang dinyatakan dengan ungkapan yang mutlaq, yaitu Banî dam. Kemuliaan martabat manusia mencakup seluruh umat manusia tanpa kecuali. Jaminan terhadap perlindungan harkat dan martabat manusia datang dan berasal dari Allah SWT dari sifat Raẖmân dan Raẖim-Nya. Implikasi yang terkandung dari prinsip ini adalah bahwa tunduk dan hormat pada kekuasaan Allah S.w.t. haruslah sekaligus berarti menghormati jaminan dan ketentuan Allah SWT yang dalam hal ini berarti menghormati dan mengakui martabat setiap manusia.