DPR RI Komisi III dan KontraS Soroti Kasus Kematian Hendri Alias Otong

berita terkini batam
(foto: Owntalk)

Jakarta, Owntalk.co.id – Anggota Komisi III DPR Taufik Basari memberikan tanggapannya mengenai kematian seorang terduga kasus Narkotika jenis sabu saat pemeriksaan oleh polisi.

Taufik menilai, kejanggalan yang terjadi dalam kematian Hendri Bakari alias Otong (38) usai diperiksa Polresta Barelang, Batam, Kepulauan Riau harus diusut tuntas.

Dia meminta agar Pengusutan itu dengan melibatkan Polda Kepulauan Riau hingga Mabes Polri serta Komnas HAM.

“Pengusutan harus dilakukan oleh Polda Kepri dengan pengawasan dari Mabes Polri dan melibatkan Komnas HAM. Pengusutan ini menjadi penting, karena jika terjadi dugaan penyiksaan maka akan mencoreng wajah kepolisian kita,” dia seperti disadur dari merdeka.com

Dia mengatakan, apabila kejadian ini didiamkan dapat menghambat wujud program Profesional, Modern dan Terpercaya (Promoter) yang digagas Polri saat ini.

“Terlebih lagi Indonesia telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan melalui UU Nomor 5 Tahun 1998. Yang memberikan kewajiban bagi negara untuk menghapuskan segala bentuk praktik penyiksaan dalam proses hukum, dan menindak tegas apabila terdapat kasus penyiksaan yang melibatkan aparat,” terangnya.

Kendati demikian, ia mengatakan, terlepas apakah ada dugaan penyiksaan atau tidak tetapi sudah jelas seseorang yang diperiksa dan ditahan oleh aparat kepolisian wajib dijamin hak-haknya.

“Mereka di bawah kekuasaan aparat, maka semestinya di tempat itulah yang paling aman karena tugas negara melalui aparatnya adalah menjamin rasa aman. Jika ada yang meninggal dalam penguasaan pihak kepolisian, maka pihak kepolisian harus bertanggung jawab penuh,” tegasnya.

Tak hanya DPR RI komisi lll saja yang bersuara, Kematian Hendri alias Otong juga turut menjadi sorotan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).

Kepala Divisi Pembelaan Hak Asasi Manusia KontraS, Arif Nur Fikri mengatakan, memang masih perlu pembuktian bahwa penyebab kematian Hendri Bakari lantaran mengalami kekerasan dilakukan polisi. Namun menurut Arif, berdasarkan data yang rutin dirilis KontraS hingga 2019, masih kerap terjadi pola-pola kekerasaan dilakukan kepolisian saat menyelidiki perkara.

“Kasus kayak Hendri ini walau belum terbukti, tetapi berdasarkan data kami bukan peristiwa satu atau dua kali tetapi sudah beberapa kali. KontraS telah mendata itu banyak pola-pola kekerasan pada institusi kepolisian. Khususnya dalam proses penindakan hukum, baik pemeriksaan maupun penyidikan,” ujar Arif

Sekedar informasi pada Selasa (30/6), KontraS sempat merilis data yang menyatakan Polri diduga terlibat dalam 921 kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) sepanjang Juli 2019 sampai Juni 2020. Dari peristiwa itu, 1.627 orang luka-luka dan 304 orang tewas.

Berkaca dari catatan KontraS itu, Arif mendorong agar anggota polisi melakukan pemeriksaan terhadap Hendri diusut. Dia meminta polisi memeriksa anggota menangani kasus tersebut.

“Saya tidak bicara Hendri terlibat dengan kasus apa ya, tapi dengan proses kematiannya Hendri yang diduga ditangkap polisi kemudian meninggal, oleh karena itu kepada polisi harus segera memeriksa anggota polisi yang melakukan proses penangkapan dan pemeriksaan terhadap Hendri,” ujar dia.

Menurut dia, pemeriksaan terhadap anggota polisi yang menyelidiki kasus narkoba Hendri penting guna menjawab pertanyaan terkait plastik yang membungkus kepala hingga luka lebam di tubuh Hendri.

“Apalagi, dari laporan Kontras yang setiap tahun itu juga menyinggung terhadap kasus praktik penyiksaan yang kerap dilakukan kepolisian. Sejak 2010 hingga 2019 lalu itu masih saja ada oknum polisi yang melakukan penyiksaan,” ujar dia.

Dia menambahkan apabila terbukti terjadi aksi kekerasan dilakukan polisi terhadap Hendri diproses pidana. Sebab dia menilai anggota polisi itu tak hanya disanksi etik jika terbukti melakukan kekerasan dalam mengusut perkara tersebut.

“Karena dari beberapa kasus yang dilaporkan melalui mekanisme internal banyak yang terbukti tidak menimbulkan efek jera. Dan mekanisme internal kurang efektif terlebih bila terbukti maka terdapat indikasi yang menyebabkan orang meninggal itu kan bisa dimasukan dalam tindak pidana. Jangan hanya internal soal kode etik saja, tetapi juga harus konteks pidana,” kata dia. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *