Opini  

Kepekaan Yang Tumpul

berita terkini batam
(foto: owntalk)


(Menelaah Social Awareness Masyarakat kita)
Oleh : Atanasius Dula, S.A.P
Sekretaris KEKAL Batam

Fenomena: “Setiap hari, kita seakan disuguhkan dengan peristiwa yang sama dan selalu berulang yakni peristiwa kecelakaan lalulintas, terutama rute Muka Kuning-Batu Aji, atau sebaliknya. Setiap terjadi peristiwa ini, banyak orang berhenti untuk melihat sepintas kejadian tersebut, lantas mengambil gambar melalui ponsel pintarnya dan memposting peristiwa tersebut, seakan-akan Ia andil dan berjibaku menolong korban kecelakaan tersebut. Realitasnya, setelah mendapatkan gambar yang diinginkan, sebagian orang lantas menghindar pergi dan enggan membantu sang korban, atau sekedar memapah korban tersebut untuk di bawa ke rumah sakit”.

Ilustrasi fenomena di atas, meninggalkan dua pertanyaan yang muncul di benak penulis, yakni apakah manusia zaman ini telah kehilangan kepekaan sosial, dan beralih menjadi kepekaan semu yang teralineaisasi melalui media sosial? ataukah kita sedang mengidap penyakit “pembiaran”, lantaran peristiwa seperti ini sudah tidak asing bagi mata yang menangkap setiap peristiwa dan menggugah indera lain untuk meresponnya?

Kepekaan sosial yang kian tumpul dan semakin menular dari satu orang ke orang lainnya, melahirkan sikap baru yang bernama pembiaran. Pembiaran sendiri berarti sikap tak peduli ketika masalah terjadi. Pembiaran juga adalah sikap tak peduli di hadapan berbagai kesalahan dan kejahatan yang terjadi. Masalahnya, pada titik tertentu, pembiaran adalah boomerang, karena ia akan juga menyerang balik orang yang membiarkan.

Jika satu kesalahan dibiarkan, maka ia akan menjadi kebiasaan. Orang tak lagi melihat hal tersebut sebagai suatu kesalahan. Inilah yang disebut Hannah Arendt, seorang pemikir Jerman, sebagai banalitas kejahatan (Banalität des Bösen). Jika kebiasaan sudah menyebar, ia akan menjadi apa yang disebut Anthony Giddens, seorang pemikir Inggris, sebagai bagian dari kesadaran praktis (practical consciousness) masyarakat tersebut.

Sikap tak peduli (baca: Kepekaan tumpul) juga melahirkan tindak pembiaran terjadi, karena orang salah memahami arti dari kehidupan ini. Mereka berpikir, mereka bisa hidup sendiri dan nyaman di dalam ketidakpedulian mereka. Mereka juga berpikir, bahwa mereka bisa membiarkan berbagai kejahatan dan kesalahan terjadi di sekitar mereka, tanpa ada pengaruh apapun ke hidup mereka.

Ini adalah kesalahan berpikir. Orang yang hidup di dalam kesalahan berpikir akan mengundang petaka tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga orang-orang di sekitarnya. Maka dari itu, kesalahan berpikir tidak bisa didiamkan. Ia harus diubah, demi terciptanya kebaikan bersama.

Kita harus melihat hidup sebagai sebuah jaringan yang saling terhubung satu sama lain. Di dalam wacana-wacana terbaru, kehidupan dilihat sebagai keterhubungan yang ekstrem. Perubahan di satu hal akan secara langsung mengubah hal-hal lainnya. Jika melihat hidup seperti itu, maka sikap tak peduli dan membiarkan akan lenyap secara otomatis.

Orang lalu terdorong untuk membantu orang lain, sesuai dengan kemampuannya. Orang juga lalu terdorong untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada. Ia sadar, bahwa kebaikan orang lain adalah kebaikannya juga. Isolasi adalah sebuah ilusi.

Sikap membiarkan, meremehkan, dan tak peduli bisa dihilangkan, jika kita menerapkan apa yang disebut Gerd Meyer, seorang pemikir Jerman, sebagai keberanian sipil (Bürgermut). Dalam arti ini, keberanian sipil adalah tindakan aktif dari warga negara untuk menyuarakan pendapat kritis mereka di dalam berbagai persoalan bersama. Pendapat kritis ini lalu diikuti dengan tindakan yang nyata, guna menyelesaikan masalah yang ada. Bentuk konkretnya adalah dengan berani menegur, ketika melihat kesalahan, atau melaporkannya kepada pihak yang berwajib, atau mengantar korban kecelakaan ke rumah sakit terdekat dan memastikan korban tersebut mendapat perawatan yang baik.

Di sisi lain, salah satu bentuk keberanian sipil adalah dengan tidak meremehkan masalah. Kita perlu tanggap terhadap berbagai masalah yang muncul, baik kecil ataupun besar. Semua krisis di muka bumi berawal dari kesalahan kecil yang didiamkan. Sikap meremehkan, atau sikap anggap enteng, akan melahirkan kejahatan dan masalah besar yang sebelumnya tak ada.

Hanya dengan keberanian sipil yang tinggi, maka kita yang mendiami Bumi Segatang Lada ini bisa mewujudkan kebaikan bersama (Bonum Commune).

Inilah tujuan tertinggi dari semua ajaran agama dan ilmu pengetahuan di muka bumi ini. Semuanya dimulai dengan kepedulian kita terhadap orang-orang terdekat di dalam hidup kita, dan tidak meremehkan masalah, sekecil apapun itu.

(Artikel ini pernah dimuat di media BaPuSe)

Exit mobile version