Kisah Husen, Bocah 15 Tahun di Batam yang Berjuang Demi Keluarga dan Bercita-cita Jadi Tentara. (Bagian 1)

Kisah Husen, Bocah 15 Tahun di Batam  yang Berjuang Demi Keluarga dan Bercita-cita Jadi Tentara. (Bagian 1)

BATAM, Owntalk.co.id – Lusuh, lesu, air mukanya keruh. Begitulah raut wajah husen, bocah lima belas tahun yang berjualan di pinggir jalan Brigjen katamso simpang basecamp. 

Di bawah siraman cahaya lampu malam yang tampak remang, bocah itu duduk sendiri menjajakan jajanan kue kepada pengendara yang melintasi jalan itu.

Dia duduk berhadapan ke arah jalan raya di temani sebuah kotak berwarna putih yang di dalamnya berisi kue godok sembari  mengucek-ucek matanya yang setengah terlelap.

Meskipun jam menunjukkan pukul 23.00 wib, dia masih menjajakan dagangannya dengan segumpal harapan masih ada yang singgah untuk membeli.

Dalam keadaan setengah terlelap, Dia terbangun begitu kami menghampirinya. Tatapan matanya pun tertuju pada kami dengan sorotan yang begitu tajam, selanjutnya dia hanya diam tanpa berkata-kata.

Kami yang baru tiba mencoba membuka kotak itu, lalu mengambil sepotong dan lantas kami cicipi.

“Berapa harganya?” Tanyaku membuka percakapan, sementara kawanku yang satunya hanya mendengar sambil menikmati kue disetiap kunyahan.

“Seribu, Om,” Jawabnya agak gemetaran.

Aku tersenyum, kemudian melanjutkan kunyahan sembari sesekali menatapnya dalam-dalam. Selanjutnya aku bertanya seputar tentang dirinya.

Husen mengatakan pada kami bahwa dia telah berjualan selama 7 tahun di tempat ini. Dulu ketika dia mulai jualan usianya masih 8 tahun dan duduk di bangku kelas 3 SD.

Semenjak ditinggal ayahnya di waktu kecil, Husen dan saudara-saudaranya harus ikut serta membantu ibunya dalam mencari nafkah. Tak ada tumpuan lain selain berusaha sendiri. Lagi pula, Husen bukanlah orang kaya yang punya warisan dari orang tua.

Oleh sebab itu, dia bertekad demi keluarganya tercinta. Meskipun kadang dipandang rendang oleh sebagian orang lain, dia tetap sabar menjalaninya. Itulah hidup yang seharusnya dia lewati.

Siapa yang membuat kue ini? Kami melontarkan pertanyaan.

Husen mengatakan bahwa ibunya lah yang membuat kue, Husen sendiri yang menjajakan setiap sore sampai malam. Bila jualannya tidak habis, Husen tidak merasa terlalu sedih, dia tau bahwa hari ini segitulah rezekinya, dan sisanya dia bawa pulang.

Apakah kamu masih sekolah? Pertanyaan kami berikutnya.

Husen mengatakan bahwa dia tidak bersekolah lagi, untuk saat ini dia mengambil paket C di salah satu Lembaga. Alasannya sangat sederhana, kalau sekolah, sedikit waktunya untuk membantu orang tua, sementara kebutuhan harus dipenuhi setiap hari dan tak bisa ditunda.

“Begitulah keadaannya, Om,” Ucapnya memberi penjelasan.

Kami begitu terkesima mendengarnya, dia rela mengorbankan usia remaja yang seharusnya duduk di Bangku sekolah demi membantu orang tua.

Apakah kamu tidak memiliki cita-cita?

Kami kembali bertanya.

Pertanyaan itu lama menggantung, Husen tidak langsung menjawab, setelah memperhatikan kami berdua, dia menarik napas panjang, selanjutnya membuka suara.

“Saya punya cita-cita, Om,” Ucapnya pelan, lalu kembali terdiam.

Tak berapa lama, dia melanjutkan,

“Suatu saat semoga saya bisa jadi tentara. Itulah cita-cita saya sejak dari kecil,” Lirihnya penuh harap dengan kalimat terbata-bata.

Bersambung….

Exit mobile version