Tanjungpinang, Owntalk.co.id — Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Iman Setiawan, menanggapi wacana Gubernur Kepri Ansar Ahmad terkait perluasan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas atau Free Trade Zone (FTZ) menyeluruh di wilayah Kepri.
Menurutnya, rencana tersebut belum mendesak untuk dijalankan saat ini. Iman menegaskan bahwa regulasi mengenai FTZ sebenarnya sudah memiliki payung hukum yang jelas melalui Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2024 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan, dan Karimun (BBK). Hanya saja, aturan ini belum diterjemahkan secara optimal di lapangan, khususnya di Bintan dan Karimun.
“Kita tidak menolak semangat perluasan FTZ, tapi mari kita jujur melihat realitas di lapangan. FTZ di Bintan dan Karimun yang sudah berstatus resmi saja masih stagnan. Jadi, yang lebih urgen adalah bagaimana mengoptimalkan pengelolaan yang sudah ada, bukan memperluas wilayah baru,” tegas Iman Setiawan, Minggu (14/09).
Iman menjelaskan, FTZ BBK sudah memiliki dasar hukum yang kuat, namun kelembagaan di Bintan dan Karimun belum berjalan maksimal. Masalah utamanya terletak pada lemahnya tata kelola, keterbatasan sumber daya manusia, infrastruktur yang belum memadai, serta keterbatasan pembiayaan.
Batam berhasil tumbuh karena memiliki pelabuhan dan bandara internasional yang mendukung aktivitas ekspor-impor, sementara Bintan dan Karimun masih belum memiliki kesiapan infrastruktur strategis yang sama.
Jika status FTZ diperluas ke wilayah lain tanpa kesiapan tersebut, justru akan memperluas persoalan, bukan menghadirkan solusi.Ia juga mengingatkan bahwa pemekaran FTZ menyeluruh akan membawa konsekuensi fiskal yang besar, mulai dari tambahan insentif hingga kebutuhan pembangunan kelembagaan baru.
Dalam kondisi anggaran yang terbatas, sebaiknya pembiayaan difokuskan pada penguatan wilayah yang sudah berjalan. Selain itu, investor pada dasarnya lebih membutuhkan kepastian hukum dan stabilitas regulasi daripada sekadar perluasan wilayah.
Jika kebijakan terus berubah, maka justru menimbulkan kebingungan dan membuat investor ragu untuk masuk.Iman juga menyinggung aspek keamanan dan geopolitik. Sebagai kawasan perbatasan, Kepri memiliki tantangan tersendiri.
Jika FTZ diperluas tanpa sistem pengawasan yang siap, risiko praktik ilegal seperti penyelundupan atau perdagangan lintas batas bisa semakin tinggi. Lebih jauh lagi, dampak nyata terhadap masyarakat juga belum terasa signifikan. FTZ di Bintan dan Karimun sejauh ini belum memberi dorongan ekonomi yang kuat bagi warga setempat, sehingga menambah wilayah FTZ baru justru berpotensi mengulang persoalan yang sama.
DPRD Kepri, lanjut Iman, mendukung penuh upaya peningkatan daya saing daerah, namun langkah paling bijak saat ini adalah membenahi kelembagaan BP Bintan dan BP Karimun agar lebih profesional dan transparan, mempercepat pembangunan infrastruktur strategis seperti pelabuhan dan bandara, serta memperkuat koordinasi antara pemerintah daerah, BP Batam, BP Bintan, BP Karimun, dan pemerintah pusat.
Dengan kondisi global yang penuh ketidakpastian, Kepri tidak boleh terjebak pada euforia wacana besar, tetapi harus fokus pada penguatan hal-hal yang sudah ada.
“Kita perlu berpikir realistis. Waktu, tenaga, dan anggaran harus diarahkan untuk membenahi hal-hal mendasar terlebih dahulu. Baru setelah semuanya siap, barulah kita bicara perluasan FTZ secara menyeluruh,” tutup Iman.