Jakarta, Owntalk.co.id – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara kepada mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL).
SYL dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pemerasan di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) RI.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Syahrul Yasin Limpo dengan pidana penjara selama 10 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan,” kata Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (11/7/2024).
Selain itu, SYL juga dijatuhi denda sebesar Rp 300 juta dengan subsider pidana kurungan selama empat bulan.
Hukuman ini lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa yang menuntut 12 tahun penjara. Selain hukuman penjara, SYL diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 14.147.144.786 ditambah 30.000 dollar AS.
Majelis Hakim menilai SYL dan anak buahnya melanggar Pasal 12 huruf e Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
Dalam kasus ini, SYL disebut memberikan perintah kepada eks Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono, eks Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta, Staf Khusus Menteri Pertanian Bidang Kebijakan Imam Mujahidin Fahmid, dan ajudannya Panji Harjanto untuk mengumpulkan uang.
Pengumpulan ini dilakukan melalui patungan atau sharing pejabat eselon I di lingkungan Kementan RI untuk memenuhi kepentingan pribadi dan keluarganya.
SYL meminta jatah 20 persen dari anggaran masing-masing sekretariat, direktorat, dan badan di Kementan RI. Ia mengancam akan memindahkan atau menonjobkan anak buahnya yang tidak melaksanakan perintah tersebut.
Dalam sidang sebelumnya, SYL sempat mengungkapkan bahwa dirinya merasa dituduh oleh anak buahnya bahwa ia memberi perintah untuk melakukan pemerasan di Kementan.
Ia mengklaim bahwa perintah yang diberikan selama ini hanya untuk kepentingan negara yang dikerjakan oleh Kementan, yang bertugas memastikan tersedianya pangan dan kebutuhan jutaan rakyat Indonesia.
Di hadapan Majelis Hakim, SYL menyatakan bahwa jika benar anak buahnya diminta mengumpulkan uang untuk kepentingan pribadi karena takut diganti atau dicopot dari jabatannya, seharusnya mereka dapat melaporkan ke lembaga terkait seperti Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), atau Ombudsman RI.
“Komisi ASN, PTUN, dan Ombudsman adalah tempat yang tepat untuk melaporkan jika ada yang tidak setuju dengan perintah saya,” kata SYL.
Eks Gubernur Sulawesi Selatan ini juga menyatakan bahwa dirinya tidak pernah menerima informasi atau keberatan dari bawahannya yang merasa diperas.
“Seakan-akan tinggal menuduh ini kemauan menteri, kenapa tidak konsultasi sama saya? Selalu saja ada katanya, tidak pernah langsung mendengar dari saya,” kata SYL.