* PH Sebut Eksekusi Tanpa Penetapan Pengadilan Umum Ilegal
Batam, Owntalk.co.id – Hotel Pura Jaya Resort di Nongsa, Kota Batam, Rabu, 21/6/2023, dieksekusi oleh PT Lamro Martua Sejati untuk dirobohkan, atas perintah PT Pasifik Estatindo Perkasa. Eksekusi dikawal penuh oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam bersama Tim Terpadu dari Satuan Polisi (Satpol) Pamong Praja Kota Batam, Direktorat Pengamanan (Ditpam) BP Batam, TNI dan Kepolisian.
Dalam Surat Perintah Kerja (SPK) nomor PEP-002/VI.2023, Direktur PT Pasifik Estatindo Perkasa (PEP), atas nama Jenni, memerintahkan Robert Sitorus sebagai Direktur PT Lamro Martua Sejati (LMS), untuk mengosongkan seluruh gedung Hotel Purajaya Resort milik PT Dhani Tasha Lestari (DTL), dan membongkar bangunan milik PT DTL itu hingga rata (dengan tanah). Pekerjaan itu dilaksanakan oleh kontraktor sejak Rabu, 21/6/2023 hingga 120 hari.
”Kami hanya melaksanakan pekerjaan sesuai dengan SPK (Surat Perintah Kerja), dengan perintah mengosongkan seluruh bangunan dan menyimpan seluruh perabotan ke tempat yang telah disediakan (petikemas yang ditempatkan di halaman depan hotel). serta membongkar gedung hingga rata. Masalah hukum kami tidak mengerti,” kata Robert Sitorus, di hadapan para petugas dan wartawan yang menyaksikan eksekusi pembongkaran gedung, Rabu, 21/6/2023.
Saat media ini berada di Hotel Pura Jaya Resort, terlihat sejumlah pekerja memanjat gedung dan membongkar atap genteng yang rapi tersusun di puncak gedung milik hotel. Ribuan kursi, lemari, meja, tempat tidur, springbed, hiasan dinding, pot bunga, alat elektronik seperti pesawat televisi, dan berbagai jenis barang dan perabotan hotel, terlihat disusun di lobi hotel menunggu dimasukkan ke dalam petikemas di lapangan gedung.
”Ini perbuatan zolim, di mana klien kami PT Dhani Tasha Lestari yang dihadiri oleh Pak Ruri sebagai pemilik, menyaksikan penghancuran barang-barang miliknya dari gedung yang telah dipelihara dan dirawat selama 30 tahun. Padahal proses hukum masih berjalan. Kami masih menempuh jalur hukum melalui Pengadilan Negeri (PN) Batam dengan mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung. Pembongkaran ini tidak boleh dilakukan jika tidak ada perintah pengadilan,” kata Kuasa Hukum PT DTL, Jecky Alatas.
Dia merasa kecewa dengan tindakan BP Batam yang telah mengalokasikan tanah itu kepada pihak lain yang baru bermohon. ”Klien kami telah mengajukan perpanjangan sewa UWT (Uang Wajib Tahunan) BP Batam, tetapi tidak diberi akses, padahal masih dalam tenggang waktu yang diperbolehkan secara hukum, yakni kurang dari setahun. Hak-hak klien kami diabaikan, sementara klien kami memiliki aset hingga ratusan miliar sebagai bukti keseriusan dalam berinvestasi,” ujar Jecky Alatas.
Meski pemilik hotel dan kuasa hukum meminta eksekusi pengosongan dan pembongkaran dihentikan, namun pekerja terus melakukan kegiatannya dengan membongkar atas gedung. Para penanggungjawab dari masing-masing institusi di lapangan, seperti Puraem Sinambela dari Ditpam BP Batam, Imam Tohari, dan Sukamto, dari Intelkam Polresta Barelang menyatakan pihaknya hanya ditugaskan menjaga ketertiban dalam pembongkaran gedung Pura Jaya Hotel itu.
Meski BP Batam merasa menang lewat jalur PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara), namun pengadilan TUN tidak berwenang mengeluarkan perintah eksekusi. Kami tidak akan menerima eksekusi tanpa dasar hukum, yakni perintah pengadilan biasa (umum). Jecky Alatas, SH, Kuasa Hukum PT Dani Tasha Lestari, pemilik Hotel Pura Jaya
Beberapa menit sempat terjadi ketegangan karena Kuasa Hukum PT DTL meminta pembongkaran dihentikan sambil menunggu pertemuan dengan pihak Biro Hukum BP Batam. Pihaknya memprotes pembongkaran itu karena dinilai melanggar hukum. ”Meski BP Batam merasa menang lewat jalur PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara), namun pengadilan TUN tidak berwenang mengeluarkan perintah eksekusi. Kami tidak akan menerima eksekusi tanpa dasar hukum, yakni perintah pengadilan biasa (umum),” tegas Jecky Alatas.
Usai bersitegang di lokasi hotel, pihak PT DTL bertemu di salah satu restauran kawasan Nongsa. Dalam pertemuan yang dipimpin oleh Anggi, salah satu staf Biro Hukum BP Batam, kedua belah pihak bertentangan sikapnya menghadapi pembongkaran yang terjadi. ”Yang melakukan pembongkaran bukan BP Batam, tetapi PT Pasifik, di mana mereka sekarang menjadi pemilik tanah. Semua proses telah kami jalankan sesuai aturan, bahkan kami telah mengundang Pak Ruri beberapa kali dalam rapat, tetapi tidak hadir,” ujar Anggi.
Menurut Ruri, BP Batam telah mengabaikan haknya sebagai pengelola Hotel Pura Jaya dengan luas tanah 30 hektar di kawan Nongsa. ”Kami hanya telat 11 bulan dalam pelunasan perpanjangan UWT. Yang lain bisa telat 6 tahun tidak dicabut. Kenapa kami yang memiliki aset hingga ratusan miliar di lokasi, hanya telah kurang dari setahun langsung dicabut dan tidak diberi kesempatan membayar UWT. Ini adalah kesewenang-wenangan. Kami tidak akan menerima perlakuan zolim dari BP Batam ini,” jelas Ruri.
Dalam kesempatan itu, Biro Hukum BP Batam menunjukkan Surat Keputusan (SK) Nomor 01/A3.0/L/1/2023 Tentang Penggunaan Bagian Tanah Tertentu Dari Hak Pengelolaan Badan Pengelolaan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Kepada PT Pasifik Estatindo Perkasa.
Dalam SK itu diputuskan dan ditetapkan: Keputusan Kepala BP Batam Tentang Penggunaan Bagian Tanah Tertentu Dari Hak Pengelolaan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam kepada PT Pasifik Estatindo Perkasa.
Kesatu: Memberikan persetujuan penggunaan tanah yang merupakan bagian tanah tertentu dan Hak Pengelolaan Badan Pengusahaan Batam kepada PT Pasifik Estatindo Perkasa untuk jangka waktu selama 30 tahun terhitung sejak tanggal 27 Desember 2022 sampai dengan 26 Desember 2052, atas sebidang tanah seluas 108.574 m2 terletak di Wilayah pengembangan: Pantai Timur; Sub Wilayah pengembangan: Nongsa; Lokasi: Jalan Hang Lekiu – Nongsa; Garis pantai: 490 m.
Ditandatangani Direktur Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Harlas Buana. SK itu ditandatangani pada 03 Januari 2023 atas nama Anggota Bidang Pengelolaan Kawasan dan Investasi. (*)