banner 728x90

Enam Fakta Kasus SIMRS BP Batam

Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara (Asdatun) Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kejati Kepri), Alex Surmana (kanan). (Dok BP Batam)

Batam, Owntalk.co.id – Kasus Proyek Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) yang bergulir di Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam, hingga kini masih hangat dibicarakan di tengah masyarakat, baik dalam perbincangan di pertemuan-pertemuan, maupun di sosial media (sosmed). Namun, Kejari Batam tampaknya berupaya meredam kasus dengan menahan satu tersangka dan membiarkan satu tersangka berkeliaran menghirup udara bebas.

Media ini berupaya mengungkap kebenaran di balik kasus SIMRS yang melibatkan Kepala BP Batam, Wakil Kepala BP Batam, Deputi Kepala BP Batam, Direktur Utama RS BP Batam, serta Kepala PDSI RSBP Batam, dan belasan karyawan yang pernah diperiksa oleh Kejari Batam. Dari informasi yang terungkap di berbagai media maupun hasil investigasi media ini, ditemukan 6 fakta yang dapat dijadikan sebagai ‘benang merah’ dalam memahami kasus SIMRS. Berikut uraiannya.

  1. Pengusutan kasus korupsi SIMRS 2020 ‘mangkrak’

Kasus dugaan korupsi SIMRS BP Batam 2020 lebih dahulu mengemuka, dengan adanya pelapor dari inernal RS BP Batam pada awal 2021. Kasus SIMRS BP Batam 2020 disebut menyalahi aturan karena anggaran proyek sebesar Rp1,26 miliar tidak dilelang sesuai dengan Peraturan Presiden nomor 12 tahun 2021 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. Tetapi saat diproses hukum selama 2021 tidak berjalan alias ‘mangkrak.’ Malah muncul laporan kasus dugaan korupsi SIMRS BP Batam 2018 di awal 2022. Kejaksaan Negeri (Kejari) Batam langsung memproses kasus itu, namun penyelidikan terbentur dengan alat bukti kerugian negara yang tidak ditemukan. Hingga pada Agustus 2022 s.d Oktober 2022 BPKP diminta melakukan perhitungan untuk menemukan kerugian negara, dan ditemukan angka Rp1,8 miliar. Pada 30 Desember 2022 Kejari Batam mengumumkan 2 tersangka kasus korupsi SIMRS BP Batam proyek 2018.

  1. Rumah Sakit PT PELNI bukan produsen perangkat lunak tetapi bertindak sebagai penyedia SIMRS

Dalam Surat Perjanjian Pelaksanaan Paket Pekerjaan Pengadaan Jasa Lainnya, Pengadaan Sistem Pelayanan Kesehatan Berbasis Teknologi Informasi Rumah Sakit BP Batam, nomor: 3126.009.056.C/SPJ/PPK-PNBP/10/2020, diadakan perjanjian antara RSBP Batam dan Rumah Sakit (RS) PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) pada 28 Oktober 2020. RSBP diwakili Faisal Riza sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menandatangani kontrak pengadaan software SIMRS sebagai pengguna, dengan RS PT Pelni sebagai penyedia (yang mengadakan barang/jasa SIMRS) diwakili oleh Direktur Utama RS Pelni, Mohamad Kartobi. RS Pelni bertindak sebagai penyedia yang memiliki kualifikasi, memiliki keahlian profesional, personel, dan sumber daya teknis, sehingga menyediakan barang/jasa sesuai dengan kontrak. Padahal, RS Pelni bukan perusahaan pemegang Hak Cipta atas perangkat lunak yang disediakan.

  1. Penggantian SIMRS Tanpa verifikasi ahli information technology (IT)

Pada Agustus 2020, Kepala BP Batam mengundang pimpinan RSBP di ruang marketing Gedung Batam Industrial Development Authority (BIDA) dengan agenda penyampaian permasalahan yang ada di RSBP terkait SIMRS. Dalam pertemuan, hadir Direktur RSBP dr Afdhalun A Hakim, SpJp, dan Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi, Sylvia J Malaihollo. Rapat yang dipimpin Kepala BP Batam memutuskan untuk segera mengganti SIMRS produk 2018 dengan mengganti vendor. Keputusan itu disinyalir dijadikan sebagai langkah awal untuk mengembangkan KEK Kesehatan di Sekupang, yang nantinya akan menggandeng RS Pelni.

Artinya, keputusan yang menyatakan SIMRS 2018 gagal dan harus diganti bukan berdasarkan verifikator ahli, tetapi hanya keputusan pimpinan BP Batam, yakni Kepala BP Batam, Wakil Kepala BP Batam, Deputi Kepala BP Batam, Direktur Utama RSBP, dan Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi (PDSI) RSBP. Padahal, seharusnya untuk menyatakan sebuah barang atau jasa gagal atau tidak dapat digunakan, harus ada langkah-langkah, sebagai berikut: (a) Harus ada assesment dari lembaga independent yang memiliki kompetensi di bidangnya; (b) Ada kajian teknis dari Tim Teknis PDSI dan RSBP Batam; (c) Ada keluhan atau pengaduan terhadap layanan RSBP Batam yang masih menggunakan SIMRS 2018; (d) Jika SIMRS 2018 tidak berfungsi dengan baik dan keluhan signifikan.

  1. Pemenang tender ditentukan oleh Pokja dan Tim Teknis bukan berdasarkan kapasitas perusahaan

Penentuan pemenang lelang Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) 2018 sudah diatur sebelum pelaksanaan lelang. Pengaturan dilakukan oleh Tim Kelompok Kerja (Pokja) atas petunjuk dari Tim Teknis yang berasal dari Rumah Sakit Badan Pengusahaan (RSBP) Batam dan Pusat Data dan Sistem Informasi (PDSI). Ketua Pokja SIMRS 2018 RSBP, Subandi, mengakui pelaksanaan lelang pada proyek SIMRS 2018 dilaksanakan dua kali. Lelang pertama dibatalkan karena pemenangnya tidak mengikuti arahan dari Tim Teknis yang disampaikan lewat Tim Pokja. Kemudian lelang kedua dilaksanakan dengan pemenang lelang yang telah ditentukan, yakni PT Sarana Primadata. Tim Pokja telah menentukan perusahaan pemenang, sehingga dalam pelaksanaan tender/pemilihan, pihaknya telah mengetahui perusahaan yang akan dimenangkan dalam tender/pemilihan.

  1. Pengakuan intervensi dalam surat hak jawab

Pada 10 Januari 2023, Badan Pengusahaan (BP) Batam melayangkan surat Hak Jawab kepada media Owntalk.coid, dengan nomor: 79/A1.5/HM.01/1/2023, perihal Pemberitahuan Tidak Benar dan Hak Jawab, Humas BP Batam menjelaskan sebagai berikut:

Biro Hukum dan Organisasi BP Batam dalam menjalankan tugas dan fungsinya salah satunya ialah memberikan pendampingan hukum kepada pengawai BP Batam. Adapun bentuk pelaksanaan pendampingan hukum dalam penyidikan dugaan tindak pidana SIMRS tahun anggaran 2018, sebagai berikut: (f) Memastikan proses pemeriksaan telah sesuai dengan prosedur peraturan perundangan yang berlaku; (g) Mengingatkan atau membantu meluruskan isi keterangan tentang peraturan perundangan yang terkait dengan materi pemeriksaan kepada saksi.

Dari penjelasan tersebut di atas, BP Batam mengakui pihaknya memastikan proses pemeriksaan (di Kejaksaan Negeri Batam) telah sesuai dengan prosedur peraturan perundangan yang berlaku. Memastikan proses yang ada di lembaga lain (Kejari Batam) merupakan sebuah tindakan intervensi. Berikutnya, BP Batam meluruskan isi keterangan tentang peraturan perundangan yang terkait dengan materi pemeriksaan kepada saksi. Dengan demikian BP Batam mengakui turut meluruskan materi pemeriksaan yang berjalan di Kejari Batam.

  1. Kepala Biro Hukum BP Batam memiliki kedudukan lebih tinggi dari jaksa yang menangani perkara

Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, pada Selasa 12 Juli 2022 lalu melantik 11 pejabat struktural tingkat II, III dan IV BP Batam di Balairungsari, Lt. 3, Gedung BP Batam, Selasa, (12/7/ 2022). Salah satu yang dilantik Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Asdatun Kejati Kepri) Alex Surmana. Alex Surmana menggantikan Mochammad Nasrun sebagai Kepala Biro Hukum dan Organisasi BP Batam.

Menurut Kepala BP Batam Muhammad Rudi, kehadiran seorang jaksa tinggi di BP Batam akan memudahkan BP Batam di bidang hukum. ”Saya berharap dengan adanya Kepala Biro Hukum yang baru, maka hukum perjanjian dengan pihak luar dapat lebih tajam dilihat dan disusun dari sudut hukum yang berlaku,” kata Muhammad Rudi saat memberikan arahan.

Kedudukan jaksa tinggi sebagai Kepala Biro Hukum di BP Batam yang pada saat dilantik masih menjabat sebagai Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Asdatun Kejati Kepri) lebih tinggi kedudukannya dibanding dengan seorang Kepala Kejaksaan Negeri. Belum lagi Kepala Seksi di Kejari dan stafnya yang menangani perkara SIMRS, jauh lebih rendah kedudukannya dibanding seorang Asdatun. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *