banner 728x90
Hukum  

DUMAS PMKRI Mandek, Imigrasi Batam Dinilai Tak Profesional Tangani Dugaan Penyalahgunaan Visa WNA Kenya

Batam, Owntalk.co.id Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Batam kembali menyuarakan kekecewaannya terhadap kinerja Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Batam.

Kekecewaan ini terkait mandeknya penanganan Dugaan Masyarakat (DUMAS) yang dilaporkan PMKRI soal penyalahgunaan Visa D2 oleh Warga Negara Asing (WNA) asal Republik Kenya bernama Bachu Yusuf.

Kasus ini mencuat setelah Bachu Yusuf, yang bukan berstatus ekspatriat, dilaporkan bersikap arogan terhadap pekerja lokal. PMKRI menuding yang bersangkutan menyalahgunakan izin tinggal dengan bekerja secara aktif sebagai project manager selama lebih dari satu tahun, padahal hanya mengantongi Visa D2 atau visa bisnis.

Ketua PMKRI Cabang Batam, Simeon Senang, mengungkapkan kekecewaannya setelah mereka menerima undangan dari Imigrasi Batam untuk hadir dalam pertemuan yang disebut sebagai agenda klarifikasi. Namun, sesampainya di Kantor Imigrasi lantai 2, mereka justru dipertemukan langsung dengan Bachu Yusuf dan tim kuasa hukumnya.

“Kami kecewa. Ini bukan forum klarifikasi, melainkan mediasi yang justru berkesan ingin mendamaikan kami dengan pihak yang kami laporkan, padahal ada indikasi kuat pelanggaran keimigrasian,” kata Simeon.

Menurutnya, tindakan Imigrasi Batam terkesan tidak profesional dan tidak menunjukkan itikad penegakan hukum yang tegas. Ia menilai lembaga tersebut justru seperti ingin mencuci tangan dan menghindari tanggung jawab terhadap laporan masyarakat.

“Tidak ada penjelasan atau pemaparan hasil pemeriksaan. Kami terus mempertanyakan perkembangan laporan, namun jawabannya selalu normatif: masih dalam proses,” tegas Simeon.

Ia juga menyinggung pentingnya transparansi informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008. Sebagai pelapor dan bagian dari masyarakat sipil yang menjalankan fungsi kontrol, PMKRI merasa berhak mendapat informasi mengenai tindak lanjut laporannya.

Berdasarkan informasi yang diterima secara lisan dari pihak Imigrasi, Bachu Yusuf memang memegang Visa D2 — visa bisnis multi-entry yang hanya memperbolehkan masa tinggal maksimal 60 hari dan tidak mengizinkan aktivitas pekerjaan yang menghasilkan upah.

Merujuk pada Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH.02.GR.01.04 Tahun 2023, disebutkan secara eksplisit bahwa Visa D2 tidak dapat dikonversi menjadi Izin Tinggal Terbatas (ITAS) dan memiliki sejumlah larangan, termasuk bekerja atau menerima upah di Indonesia.

“Faktanya, dia telah tinggal lebih dari satu tahun di Batam, bekerja sebagai project manager, dan bahkan anaknya pun terlibat dalam aktivitas teknis yang semestinya dikerjakan oleh tenaga kerja lokal,” ujar Simeon.

Melihat berbagai pelanggaran yang dinilai sudah terang benderang, PMKRI menilai Imigrasi Batam seharusnya sudah mengambil langkah tegas berupa deportasi terhadap Bachu Yusuf.

“Kami mendesak Direktur Jenderal Imigrasi untuk segera turun tangan, melakukan evaluasi menyeluruh baik secara manajerial maupun struktural terhadap kinerja Imigrasi Batam. Penegakan hukum harus berlaku adil dan tidak pandang bulu,” tegas Simeon.

PMKRI menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga ke tingkat nasional jika diperlukan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *