Batam  

PT Maruwa Indonesia Tidak Bangkrut: Ratusan Karyawan Jadi Korban Akuisisi Induk Perusahaan yang Gagal

PT Maruwa Indonesia Hentikan Operasi, Ratusan Karyawan Terdampak Kehilangan Pekerjaan
PT Maruwa Indonesia Hentikan Operasi, Ratusan Karyawan Terdampak Kehilangan Pekerjaan

Aris menjelaskan bahwa kedua anak perusahaan tersebut merupakan sister company yang memiliki ketergantungan operasional sangat tinggi. Sistem kerja keduanya dirancang sebagai rantai produksi yang tidak dapat dipisahkan. “Kalau saya ilustrasikan 10 pekerjaan, 5 dari Malaysia, yang meneruskan 6, 7, 8, sampai 10 adalah di PT Maruwa Indonesia. Kalau cuma sebelah kan otomatis kita nggak bisa kerja. Suplai material kan dari mereka. Makanya itu yang terjadi saat ini,” jelasnya dengan nada frustrasi.

Keputusan yang tidak matang dari direksi ini kini meninggalkan jejak buruk yang berkepanjangan. Aris mengungkapkan bahwa nilai aset yang dimiliki PT Maruwa Indonesia tidak mencukupi untuk membayar seluruh hak-hak karyawan, yang mencakup gaji yang belum dibayar dan uang pesangon. Berdasarkan perhitungan sesuai UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, total kewajiban perusahaan kepada karyawan mencapai Rp14 miliar.

“Bukan Rp12 miliar seperti yang diberitakan. Rp12 miliar itu, hitungan mereka setelah Rp14 miliar dikurangi nilai aset yang nilainya hanya Rp2 miliar lebih. Belum ada deal-dealan sebenarnya, Rp14 miliar itu permintaan kami, namun tidak didengar,” tegasnya. Pihak karyawan berharap hasil penjualan perusahaan di Malaysia dapat dialokasikan untuk membayar hak-hak mereka. “Kalau hanya aset tidak cukup untuk membayar kami,” tambah Aris.

Situasi semakin memburuk ketika pihak direksi perusahaan mulai menutup komunikasi secara total dengan karyawan. Mereka bahkan menyewa jasa likuidator untuk menghadapi protes dari para karyawan yang menuntut haknya. Tim likuidator yang ditunjuk PT Maruwa Indonesia terdiri dari Nico Lambert, S.H dan Salmon, S.H.,M.H. Bahkan saat likuidator bertemu dengan karyawan beberapa waktu lalu, mereka didampingi oleh aparat keamanan.

“Padahal kami sudah melakukan mediasi dari A sampai X dengan komisaris dan direktur, tinggal Y sampai Z aja lagi, dan tidak ada pembicaraan mereka akan gunakan likuidator. Sekarang balik ke nol lagi, pusing kita, masa bangsa Indonesia melawan bangsa Indonesia, dan mereka bela orang asing, padahal kami hanya menuntut hak kami,” kata Aris mengakhiri wawancara dengan nada kecewa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *