Batam, Owntalk.co.id – Misteri di balik tertundanya pembayaran gaji ratusan karyawan PT Maruwa Indonesia Batam akhirnya terkuak. Perusahaan tidak bangkrut seperti yang diduga, melainkan menjadi korban dari strategi akuisisi yang tidak tepat sasaran terhadap induk perusahaan, Maruwa Corporation yang berkantor pusat di Malaysia.
Aris Sianturi, Manager Production Control PT Maruwa Indonesia dan salah satu korban dalam kasus ini, mengungkapkan kronologi masalah yang menimpa perusahaan tempatnya bekerja. Menurut Aris, Maruwa Corporation memiliki dua anak perusahaan: Maruwa Industri di Malaysia dan PT Maruwa Indonesia di Batam.
Masalah bermula ketika komisaris merencanakan akuisisi terhadap kedua perusahaan tersebut. Dalam pertemuan dengan karyawan pada 20 Mei 2025, komisaris bahkan menjamin bahwa perusahaan akan tetap beroperasi normal. “Pada 20 Mei 2025, komisaris menyampaikan perusahaan akan tetap berjalan dan sudah disiapkan orang-orang kepercayaan untuk mengelola, seorang CEO, Vice President, dan CFO. Ia juga berjanji suplai material ke pabrik di Batam tidak akan terputus,” ungkap Aris.
Namun, kenyataan berbicara lain. Hanya Maruwa Malaysia yang berhasil diakuisisi oleh investor asal Hong Kong, sementara PT Maruwa Indonesia diabaikan. Keputusan sepihak ini langsung berdampak fatal karena pasokan material ke pabrik Batam terhenti total, yang berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Ironisnya, saat itu perusahaan masih memiliki sejumlah purchase order (PO) dari berbagai proyek yang harus diselesaikan.
Aris menyebutkan bahwa keputusan penjualan Maruwa Malaysia dilakukan untuk membiayai proyek baru Maruwa Corporation di Jepang. “Harusnya kan dua-duanya, tapi entah kenapa cuma sebelah (Maruwa Malaysia) yang diakuisisi,” kata Aris menyayangkan keputusan pihak perusahaan.