Batam, Owntalk.co.id – Baru dua hari setelah diresmikan, jalan layang yang menghubungkan Batam Center dengan Tiban, Sekupang, menjadi pusat kontroversi seputar penamaannya. Awalnya diberi nama ‘Laksamana Ladi’, nama ini segera dicopot menyusul protes dari komunitas sejarawan Melayu dan Lembaga Adat Melayu (LAM) Kepulauan Riau.
Flyover ini, yang memakan biaya sekitar Rp 132 miliar, dirancang untuk memperlancar arus lalu lintas dan mendukung mobilitas bisnis di Kota Batam. Namun, pemilihan nama ‘Laksamana Ladi’ menimbulkan kegaduhan setelah LAM Kepulauan Riau mempertanyakan validitas sejarah nama tersebut.
Raja Muhammad Amin, Ketua LAM Kepri Kota Batam, mengungkapkan kekecewaannya, “Kami tidak mengetahui siapa Laksamana Ladi ini. Penyematan nama yang tidak berdasar sejarah dapat mencoreng warisan tanah Melayu,” katanya. LAM mendesak BP Batam untuk melakukan klarifikasi dan melibatkan para sejarawan serta tokoh adat dalam penamaan tempat atau infrastruktur di Batam.
Menanggapi protes tersebut, Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, dengan cepat mengumumkan penggantian nama flyover menjadi ‘Flyover Sungai Ladi’. “Kami memohon maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi dan telah mengganti nama tersebut untuk menjaga situasi kondusif serta menghormati masukan dari masyarakat, khususnya para tokoh Melayu,” ujar Rudi.
LAM mengusulkan agar kejadian seperti ini tidak terulang dengan mendorong kerjasama antara pembangun, tokoh adat, dan sejarawan untuk menjaga keaslian warisan budaya Melayu. “Sosialisasi dan diskusi bersama harus dilakukan agar penamaan infrastruktur memiliki makna yang tepat dan mendukung nilai-nilai budaya lokal,” tegas Muhammad Amin.
Kontroversi ini memperlihatkan pentingnya sensitivitas dan kehati-hatian dalam menghormati warisan sejarah dan budaya, terutama di kota yang terus berkembang seperti Batam. Dengan perubahan nama ini, BP Batam berharap dapat memulihkan kepercayaan publik dan memastikan bahwa infrastruktur baru tetap menjadi simbol kemajuan sekaligus penghormatan terhadap budaya lokal.