Kuasa Hukum Tom Lembong Bantah Tersangka Kasus Impor Gula, Sebut Kebijakan Diarahkan oleh Jokowi

Kuasa Hukum Tom Lembong Bantah Tersangka Kasus Impor Gula, Sebut Kebijakan Diarahkan oleh Jokowi.

“Pada kenyataannya, Kejaksaan Agung sedang menyasar kebijakan yang diambil Lembong selama menjabat sebagai Menteri Perdagangan. Kebijakan ini adalah bagian dari tugas seorang pejabat negara, dan harus dinilai dalam konteks hukum administrasi, bukan pidana,” papar Zaid.

Lebih lanjut, ia menyoroti bahwa alasan penahanan terhadap Tom Lembong dianggap lemah dan tidak berdasarkan bukti yang cukup. Dalam Pasal 21 ayat 1 KUHAP disebutkan bahwa penahanan hanya sah jika ada dugaan kuat tindak pidana dengan bukti yang memadai. Namun, dalam kasus ini, syarat tersebut dinilai tidak terpenuhi.

“Dengan alasan itu, kami memohon kepada pengadilan untuk menyatakan penetapan tersangka ini tidak sah, serta membatalkan penahanan yang sudah dilakukan terhadap klien kami,” ujar Zaid. Ia juga meminta agar nama baik Tom Lembong dipulihkan secara resmi.

Kasus ini bermula dari kebijakan impor gula yang dilakukan saat Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan, dengan tujuan memenuhi kebutuhan gula nasional. Namun, Kejaksaan Agung menuduh kebijakan tersebut merugikan negara hingga Rp400 miliar. Dalam proses hukumnya, Lembong ditahan bersama CS, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).

Kejaksaan Agung, di sisi lain, menegaskan akan terus mendalami kasus ini dan membuka kemungkinan munculnya tersangka baru. Mereka juga telah memeriksa sejumlah saksi untuk memperkuat tuduhan. Menurut Kejaksaan, proses hukum ini adalah upaya untuk memastikan bahwa kebijakan negara tidak melibatkan kepentingan pribadi atau tindakan yang merugikan negara.

Di balik hiruk-pikuk proses pengadilan, banyak pihak yang menyoroti perdebatan hukum yang rumit antara kebijakan administrasi dan kemungkinan pelanggaran pidana. Publik pun menanti bagaimana keputusan praperadilan ini akan memengaruhi nasib Tom Lembong dan implikasi bagi kasus-kasus serupa di masa depan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *