Batam, Owntalk.co.id – Upaya penyelundupan benih lobster (BBL) kembali terjadi di perairan Kepulauan Riau. Tim gabungan yang terdiri dari Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dit Tipidter) Bareskrim Polri, Bakamla RI, Kanwil Khusus DJBC Kepulauan Riau, Lantamal IV Batam dan Polda Kepri berhasil menggagalkan penyelundupan 189.000 (seratus delapan puluh sembilan ribu) ekor BBL di perairan Pulau Tandur, Kepulauan Riau, pada Kamis (24/10/2024).
Aksi penyelundupan ini terbongkar setelah tim gabungan menerima informasi valid tentang rencana keberangkatan kapal High-Speed Craft (HSC), yang dikenal sebagai “kapal hantu,” untuk menjemput dan menyelundupkan sejumlah besar benih lobster ke luar negeri.
“Keberhasilan ini menunjukkan komitmen aparat dalam melindungi kekayaan hayati laut Indonesia dari praktik ilegal yang merugikan ekosistem,” tegas Dirtipidter Bareskrim Polri Brigjen. Pol. Nunung Syaifuddin,S.I.K.,M.M.
Tim gabungan berhasil mendeteksi kapal HSC mencurigakan di perairan Karimun hingga Pulau Tandur. Setelah pengejaran, kapal itu bersembunyi di kawasan hutan bakau di Pulau Tandur.
Pada 25 Oktober 2024, sekitar pukul 10.00 WIB, tim gabungan menemukan 42 kotak sterofoam berisi sekitar 189.000 (seratus delapan puluh sembilan ribu) ekor benih lobster yang disembunyikan di area tersebut.
Modus yang digunakan para pelaku penyelundupan terbilang rapi. Mereka mengumpulkan benih lobster dari berbagai daerah pesisir di Indonesia, termasuk Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, Lampung, dan Sumatera Barat.
Benih-benih tersebut dikonsolidasikan di beberapa titik pengumpulan yang tersebar di Jambi, Sumatera Selatan, dan Riau. Setelah pengemasan, benih lobster diangkut menggunakan kapal nelayan dan dipindahkan ke kapal HSC melalui metode “ship-to-ship” di laut terbuka.
Saat ini, dua orang dengan inisial AR dan SL yang diduga sebagai pengemudi kapal HSC masih dalam pengejaran, sementara identitas pembeli atau penerima benih lobster di luar negeri masih dalam proses penyelidikan.
“Keberhasilan ini menunjukkan kesiapsiagaan serta sinergi yang kuat antar instansi dalam memberantas tindak pidana penyelundupan,” ujar Brigjen. Pol. Nunung Syaifuddin.
Operasi ini juga diharapkan memberi efek jera kepada para pelaku dan mempertegas komitmen aparat dalam menjaga keberlanjutan kekayaan laut Indonesia dari praktik ilegal yang dapat merusak ekosistem laut.
“Dengan keberhasilan ini, diharapkan juga menjadi peringatan tegas bagi siapa saja yang terlibat dalam praktik penyelundupan bahwa setiap tindakan ilegal akan mendapatkan konsekuensi yang serius dari penegak hukum,” tegas Brigjen. Pol. Nunung Syaifuddin.
Para pelaku dijerat dengan penerapan pasal persangkaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal yang digunakan untuk mendakwa para pelaku adalah Pasal 88 jo. Pasal 16 ayat (1) dan/atau Pasal 92 jo. Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
Ketentuan tersebut juga telah digantikan oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Ancaman hukuman bagi pelanggaran ini adalah pidana penjara maksimal 8 tahun dan denda maksimal sebesar Rp1.500.000.000 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
“Dengan semangat kolaborasi dan integritas, diharapkan langkah ini akan membawa perubahan positif dan mendorong kemajuan bagi bangsa dan negara,” tutup Brigjen. Pol. Nunung Syaifuddin.