Jakarta, Owntalk.co.id – Pemerintah Indonesia, melalui kolaborasi antara Kementerian Perdagangan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta Kedutaan Besar RI di Washington DC, melakukan serangkaian pertemuan dengan otoritas Amerika Serikat (AS), asosiasi terkait, importir udang beku asal Indonesia, dan lembaga hukum pada 19-22 Agustus 2024.
Pertemuan tersebut merupakan bagian dari upaya perlindungan terhadap ekspor udang beku Indonesia yang sedang menghadapi investigasi antidumping dan bea masuk imbalan (countervailing duties/CVD) dari AS.
“Upaya pengamanan akan terus dilakukan untuk melindungi ekspor udang beku ke AS dari tarif antidumping dan bea masuk imbalan,” ungkap Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan, Natan Kambuno, pada Rabu (18/9/2024).
Sebelumnya, Departemen Perdagangan AS (USDOC) mengeluarkan keputusan sementara investigasi antidumping pada 23 Mei 2024. Dalam keputusan ini, PT First Marine Seafood (FMS), salah satu dari dua mandatory respondent Indonesia, dikenakan tarif antidumping sebesar 6,3 persen, sementara PT Bahari Makmur Sejati (BMS) bebas dari tarif tersebut.
Selain itu, seluruh eksportir udang beku Indonesia lainnya dikenakan tarif antidumping serupa sebesar 6,3 persen.
Berbeda dengan investigasi antidumping, hasil investigasi CVD terhadap tuduhan pemberian subsidi kepada produsen dan eksportir udang beku Indonesia lebih positif. Pada 25 Maret 2024, USDOC menyatakan bahwa Pemerintah Indonesia tidak memberikan subsidi terlarang.
Meski begitu, dampak dari keputusan awal USDOC telah mulai terasa. Sejak 1 Juni 2024, ekspor udang beku Indonesia, kecuali dari PT BMS, dikenakan tambahan bea masuk antidumping sementara dalam bentuk deposit tunai sebesar 6,3 persen.
Namun, tarif ini masih bersifat sementara, menunggu keputusan final yang akan diumumkan pada 21 Oktober 2024 untuk margin dumping dan pada 22 November 2024 terkait analisis kerugian terhadap industri domestik AS.
Natan menegaskan bahwa pemerintah akan terus berkoordinasi dengan asosiasi eksportir udang Indonesia untuk menyiapkan data dan argumentasi yang kuat, serta mengikuti dengar pendapat publik di AS.
Ranitya Kusumadewi, Atase Perdagangan Indonesia di Washington DC, menambahkan bahwa komunikasi juga dilakukan dengan asosiasi pelaku usaha makanan laut di AS dan importir utama udang beku asal Indonesia.
“Karakteristik udang impor dari Indonesia berbeda dengan produk serupa di AS, sehingga seharusnya tidak ada dampak negatif terhadap industri domestik AS. Kami akan terus berkoordinasi agar investigasi ini tidak mengganggu kinerja ekspor,” tegas Ranitya.
Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP juga mengingatkan bahwa tarif antidumping dapat merugikan daya saing udang beku Indonesia di pasar AS. Dengan AS sebagai pasar utama, penurunan kompetitivitas bisa memukul keras industri udang nasional.
Pada 2023, nilai ekspor udang Indonesia ke AS mencapai USD 685,33 juta, turun 27,52 persen dari tahun sebelumnya yang mencapai USD 946,93 juta.
Dengan pangsa pasar mencapai 62,94 persen dari total ekspor udang Indonesia, AS tetap menjadi tujuan utama. Namun, volume ekspor udang ke AS juga turun sebesar 15,04 persen dari 101.931 ton pada 2022 menjadi 86.601 ton pada 2023.
Indonesia saat ini berada di urutan keempat sebagai negara asal impor udang ke AS, dengan pangsa 10,56 persen. Posisi pertama diduduki India dengan USD 1,92 miliar (26,97 persen), disusul Kanada USD 1,69 miliar (23,6 persen), dan Ekuador USD 1,37 miliar (19,17 persen).
Dengan tantangan yang ada, upaya berkelanjutan untuk melindungi ekspor udang Indonesia menjadi semakin penting dalam menjaga keberlanjutan industri ini di pasar internasional.