Jakarta, Owntalk.co.id – Polresta Bogor Kota berhasil mengamankan dua pelaku pencurian data pribadi e-KTP di wilayah Kota Bogor. Kedua pelaku, yang diidentifikasi sebagai L dan MR, bekerja di sebuah perusahaan telekomunikasi dan diduga mencuri data e-KTP untuk memenuhi target penjualan SIM card.
Menurut Kapolresta Bogor Kota, Kombes Pol Bismo Teguh Prakoso, kedua pelaku melakukan tindakan ini untuk mencapai target penjualan yang telah ditetapkan oleh perusahaan mereka.
“Para pelaku melakukan pencurian data ini untuk menutupi target penjualan SIM card, sehingga mereka bisa mendapatkan fee dari perusahaan,” jelasnya pada Kamis (29/8).
Selama satu bulan, kedua pelaku berhasil menjual hingga empat ribu SIM card. “Jika target tersebut tercapai, masing-masing pelaku bisa memperoleh komisi sebesar Rp 25,6 juta per bulan,” tambahnya.
Dalam usaha mereka untuk mendapatkan komisi, L dan MR menyalahgunakan ribuan data pribadi milik warga Kota Bogor selama satu tahun terakhir. Modus operandi mereka adalah menggunakan aplikasi yang diinstal pada sejumlah ponsel.
Kedua pelaku, yang bekerja di PT Nusa Pro Telemedia Persada, memasukkan kartu SIM perdana ke dalam ponsel, lalu melakukan registrasi dengan menggunakan data NIK dan KK yang diambil dari aplikasi tersebut.
“Kedua pelaku ini memasukkan SIM card ke dalam ponsel, lalu mengklik aplikasi yang menghasilkan NIK yang akan diinput ke dalam SIM card,” ungkap Bismo. Hingga kini, mereka telah menyalahgunakan sekitar tiga ribu data pribadi milik warga Kota Bogor, dan diduga ada 14 ribu NIK lainnya yang siap disalahgunakan.
Penyalahgunaan data ini dinilai sangat berbahaya karena dapat digunakan untuk berbagai aktivitas ilegal, seperti prostitusi online, judi online, pinjaman online ilegal, dan penipuan.
Atas perbuatannya, L dan MR dijerat dengan Undang-Undang Administrasi Kependudukan serta Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi.
Mereka terancam hukuman enam tahun penjara berdasarkan UU Kependudukan, dan lima tahun penjara berdasarkan UU Perlindungan Data Pribadi.
“Ancaman hukuman untuk pelanggaran UU Kependudukan adalah enam tahun penjara, sementara untuk UU Perlindungan Data Pribadi adalah lima tahun penjara,” pungkas Bismo.