Jakarta, Owntalk.co.id – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan yang diajukan oleh Leonardo Olefins Hamonangan, pemuda asal Bekasi, terkait diskriminasi usia dalam syarat bekerja.
Gugatan ini merupakan uji materi Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan). Pasal tersebut berbunyi: “Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan tenaga kerja.”
Dalam sidang yang digelar pada Selasa (30/7), MK memutuskan menolak permohonan Leonardo. “Mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” demikian bunyi putusan yang dikutip dari situs resmi MK, Kamis (1/8).
Hakim Konstitusi Arief Hidayat menjelaskan bahwa tindakan diskriminatif dalam konteks hak asasi manusia terjadi jika terdapat pembedaan berdasarkan agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, atau keyakinan politik. Menurut MK, batasan usia, pengalaman kerja, dan latar belakang pendidikan tidak termasuk dalam kategori diskriminasi.
“Sehingga menurut Mahkamah tidak terkait dengan diskriminasi dalam mendapatkan pekerjaan,” ujar Arief.
MK juga menegaskan bahwa penempatan tenaga kerja harus memenuhi hak-hak dasar dan perlindungan bagi tenaga kerja, serta mempertimbangkan kebutuhan dunia usaha untuk menciptakan kondisi yang kondusif.
Penempatan tenaga kerja harus didasarkan pada asas terbuka, bebas, objektif, serta adil dan setara tanpa diskriminasi, dengan memperhatikan harkat, martabat, hak asasi, dan perlindungan hukum.
Meski begitu, terdapat satu Hakim MK yang berbeda pendapat, yaitu Guntur Hamzah. Ia berpendapat bahwa MK seharusnya dapat mengabulkan sebagian permohonan tersebut. Menurut Guntur, pasal yang diuji Leonardo memang tidak memiliki persoalan konstitusionalitas secara umum.
Namun, jika dilihat lebih dalam dari sudut pandang keadilan, pasal tersebut potensial disalahgunakan dan bias terkait larangan diskriminasi dalam persyaratan lowongan pekerjaan.
Guntur menilai bahwa frasa “merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan” dalam Pasal 33 ayat (1) UU Ketenagakerjaan memberikan ruang bagi pemberi kerja untuk menerapkan syarat subjektif seperti “berpenampilan menarik” yang tidak jelas dan menimbulkan ketidakpastian hukum.
“Saya berpandangan, adanya lowongan pekerjaan yang mensyaratkan adanya usia tertentu memang dapat menghambat masyarakat yang sejatinya memiliki kompetensi dan pengalaman lebih namun terhalang usia. Apalagi, pembatasan demikian tentunya bertentangan dengan prinsip yang selama ini saya pegang teguh dalam memutus perkara di Mahkamah Konstitusi yakni prinsip memberi kesempatan dan menghapus pembatasan (to give opportunity and abolish restriction) secara rasional, adil, dan akuntabel,” jelas Guntur.
Guntur juga merujuk bahwa UU 13/2003 maupun Konvensi International Labour Organization (ILO) tidak mengatur batas maksimum usia seseorang boleh bekerja, meskipun faktanya banyak pemberi kerja yang menerapkan syarat usia dalam lowongan pekerjaan.
Atas pertimbangan tersebut, Guntur Hamzah menilai gugatan seharusnya dikabulkan sebagian dengan mengubah Pasal 33 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menjadi: “Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan tenaga kerja dilarang mengumumkan lowongan pekerjaan yang mensyaratkan usia, berpenampilan menarik, ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, pandangan politik, kebangsaan atau asal usul keturunan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.”