Polri Apps
banner 728x90

Sidang Kasus Hotel Pura Jaya Berlanjut, Saksi Ungkap Kronologis Perobohan Bangunan 

Saat sidang Kasus purajaya Hotel Berlangsung

Batam, Owntalk.co.id – Sidang perdata gugatan Hotel Pura Jaya, PT Dani Tasha Lestari terhadap PT Pasifik Estatindo Perkasa (PT PEP) sebagai tergugat satu dan PT Lamro Matua Sejati (PT LMS) sebagai tergugat dua, serta turut tergugat yaitu BP Batam masih terus bergulir di Pengadilan Negeri Kota Batam.

Dimana sebelumnya, Penggugat, PT Dani Tasha Lestari (PT TDL) pada sidang Minggu lalu, Selasa (25/6/2024) menghadirkan satu orang saksi yang bertujuan menguatkan awal dasar terbangunnya hingga terjadinya perobohan Hotel Pura Jaya.

Kali ini, penggugat kembali menghadirkan dua orang saksi pada saat terjadinya perobohan hotel bersejarah tersebut. Diataranya saksi bernama Said Andy Sidarta dan Poltak Emerson Tarihoran, Selasa (2/7/2024).

Dimana, Said Andy Sidarta saat ditanyakan Sayuti, yang merupakan Penasehat Hukum penggugat terkait pemahaman hotel pura jaya hingga terjadinya pembongkaran dia menjawab mengetahui pemilik sejak awal hingga saat ini.

“Saat hotel itu di robohkan saya dihubungi sahabat saya, Direktur PT Dani Tasha Lestari, diminta untuk menemani pengacara yang lama, Pak Alatas ke hotel yang dirobohkan itu,” ujar Andy.

Selain itu dia juga menerangkan pada sampai di lokasi bersama pengacara sebelumnya, “Sesampai saya di lokasi, saya saksikan sendiri hotel tersebut lagi di robohkan dari atas terlihat semua genteng (atap) dijatuhkan memakai alat berat (Beco) kursi, meja, ranjang, alat pecah belah di keluarkan semua dari dalam  hotel,” teragnya lagi.

Bukan hanya disitu saja, Andy juga menerangkan lagi pada saat di lokasi terlihat juga ada tim pengamanan dari Ditpam BP Batam, dan satpol PP.

“Kalau sepengatahuan saya disana dijaga oleh tim terpadu, ada juga satpol PP, waktu itu pimpinannya satpol PP disana saya kenal itu Pak Imam Tohari, saja juga sempat mengatakan apakah tidak bisa di tunda dahulu, tetapi Pak Imam bilang ini sudah perintah, kami hanya mengawal saja,” beber Andy lagi.

Saat ditanya Ketua Majelis Hakim, Yuanne Marietta Rambe, sejauh apa mengenal pemilik dan berdirinya Hotel Pura Jaya, Andy mengatakan cukup mengenal pemilik awal hotel tersebut.

“Saya mengenal Bapak Ir. Zulkarnain Kadir, saat itu beliau merupakan Putra daerah, tokoh Kepri, dikenal sebagai pengusaha. Dan beliau salah satu yang mensupport berdirinya Provinsi Kepulauan Riau, setelah beliau meninggal digantikan dengan anaknya, Rurry Afriansyah,” jelas Andy.

Dia juga mengatakan sejak berdirinya Hotel Pura Jaya lebih dari 6 kali dia datang berkunjung ke hotel tersebut.

Dalam pemeriksaan yang sama, Poltak Emerson tarihoran, mengakui adanya pemilik lahan Hotel Pura Jaya yang baru yaitu PT Pasifik, hal itu diakuinya saat ditanya Ketua Majelis Hakim.

“Saya sebelumnya tidak mengenal PT Pasifik dan PT Lamro, saya tahu pada saat di lokasi kejadian saja, ada papan plang tertera disana bahwa lahan tersebut milik PT Pasifik,” jawabnya.

Emerson pertamakali menyaksikan tidak percaya di robohkan setelah dapat info, dia ikut ke lokasi, “Sampai disana ada perobohan ada alat berat, dan orang diatas atap merobohkan genteng, dikerjakan dari dalam bukan dari depan,” terang Emerson.

Dia juga mengakui jika pekerjaannya sehari-hari adalah wartawan, namun pada waktu itu dia mengakui tidak untuk meliput kegiatan pembongkaran tersebut.

Selain itu, sejak tahun 1995 Emerson juga sudah mengenal Ir Zulkarnain Kadir, yang merupakan pendiri awal Hotel Pura Jaya berdiri.

“Yang tidak pernah saya lupakan pada tahun 1995 Almarhum Pak Zulkanain Kadir pernah membantu kegiatan kami waktu itu jalan pagi, itulah yang tidak pernah saya lupakan,” kenangnya.

Selain itu juga, kata Emerson, termasuk peristiwa datangnya presiden Abdur Rahman Wahid membuat saya menganggap bahwa materi itu terkesan atau menjadi sebuah sejarah di Batam sehingga saya pada saat itu merasa tidak ada yang menghalangi untuk masuk tetapi waktu itu kita informasikan bahwa kita hanya mau melihat akhirnya diizinkan masuk secara langsung dalam pembongkaran Hotel Pura Jaya. 

Ditempat yang berbeda, Penasehat Hukum PT DTL, Sayuti mengatakan pada saat ini memberikan apresiasi kepada Majelis Hakim yang menurutnya objektif dalam menjalankan persidangan selama ini.

“Kita lihat juga tadi hakim sangat netral, Profesional dalam menjalankan tugasnya, dalam pandangan kami sebagai penasehat hukum penggugat itu tidak ada penekanan-penekanan Hakim kepada saksi-saksi yang mengarah ke satu pihak,” ucap Sayuti kepada media ini.

Dalam hal ini gugatan PT DTL terkait perobohan bangunan menantikan saksi-saksi yang kredibel dalam persoalan ini dari tergugat 1 dan tergugat 2 dan turut tergugat. 

“Karena kuncinya adalah di saksi-saksi tergugat 1 dan tergugat 2 serta turut tergugat. Karena saya bicara tentang bangunan ya, kerugian yang disebabkan oleh hancurnya bangunan itu, dan kerugian yang disebabkan oleh kredibilitas PT DTL dan kredibilitas Pura Jaya Hotel, dan yang terpenting adalah kredibilitas wisata Batam yang notabennya adalah Pura Jaya Hotel adalah mempunyai nilai historis sejarah yang tinggi,” jelas Sayuti.

Masih Kata Sayuti, seperti apa yang disampaikan kedua orang saksi tadi, dan saksi sebelumnya juga menjelaskan Dua tokoh negara yang kita cintai presiden Gus Dur dan Presiden Megawati mampir di hotel itu dalam rangka pengembangan industri pariwisata, dan bagaimana kemajuan pariwisata khususnya Kota Batam.

Saat disinggung media ini tentang terjadinya perobohan pada 21 Juni 2023 tahun lalu, disebut-sebut belum bekekuatan hukum tetap (inkrah) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Tanjung Pinang.

“Jadi berdasarkan keterangan saksi-saksi pada saat itu, sebelum saya belum menjadi Penasehat Hukum PT DTL, di sini dikatakan pada saat terjadi perobohan tanggal 21 Juni 2023 bahwa proses hukum terhadap legalitas keberadaan Pura Jaya itu masih dalam tahap pengajuan di pengadilan artinya belum ada kekuatan hukum yang tetap dalam proses pengalihan atau apapun namanya terhadap Pura Jaya,” terang nya lagi.

Maka, Kata Sayuti, dari itu kami menganggap bahwa ada perbuatan yang selayaknya tidak dilakukan oleh PT PMS maupun PT LMS, karena belum ada kekuatan hukum yang tetap.

“Dan perobohan pada bangunan itu masih bersifat sepihak, belum ada perintah eksekusi oleh pengadilan,” tutup Sayuti.

Lain halnya tanggapan Penasehat Hukum tergugat satu dan tergugat dua, Erik menanggapi pengakuan saksi pertama pada persidangan hari Selasa (25/6/2024) Minggu lalu, tanggapannya terdapat keraguan pada kesaksiannya sebagai assisten direktur karena saksi menerangkan berdasarkan pendapat pribadinya.

“Terdapat dokumen yang telah kami serahkan ke majelis hakim saksi tersebut tidak mengetahui sama sekali dokumen yang telah di tandatangani oleh Direktur PT DTL saat pembongkaran dengan tergugat dua.

Lalu, saat ditanyakan media ini kembali terkait surat perjanjian yang dimaksud antara PT DTL dan tergugat dua yaitu PT LMS, Erik menjawab ada surat perjanjian berupa pengambilan barang-barang.

“Ada surat kuasa dan perjanjian antara PT DTL dan tergugat dua yang pada poinnya menyatakan PT TDL memberikan kuasa kepada tergugat dua untuk pengambilan barang-barang dan menjual barang kepada tergugat dua,” 

Selanjutnya, Erik menegaskan penjelasannya nanti saat agenda pembuktian berikutnya. “Akan kami buktikan apa saja yang telah di jual ke tergugat dua,” tegasnya

“Kalau untuk dua orang saksi persidangan yang kemarin hanya mengetahui terjadi pembongkaran saja namun terkait dengan dokumen dan alasan pembongkaran tidak tahu sama sekali,” tutup Erik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *