Jakarta, Owntalk.co.id – Judi online masih menjadi PR besar bagi pemerintah Indonesia, termasuk Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Ada berbagai faktor yang membuat pemberantasan judi online menjadi sangat sulit.
Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Kominfo, Teguh Arifiyandi, menjelaskan bahwa kebijakan negara-negara di ASEAN terkait judi online sangat beragam.
Indonesia jelas melarang keras judi online, namun negara-negara tetangga memiliki pendekatan yang berbeda.
“Di kawasan ASEAN, kita termasuk yang paling ketat melarang. Tapi di negara lain, mereka lebih memilih untuk mengatur dan membatasi, bukan membolehkan. Misalnya, Malaysia mengatur judi di Genting Highland, sementara di Singapura, ada di Sentosa Island,” kata Teguh dalam konferensi pers di Kemenkominfo, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (28/6).
Menurut Teguh, tidak ada negara di kawasan ASEAN yang sepenuhnya membuka akses untuk judi online, namun juga tidak ada yang melarang sepenuhnya. Mereka lebih memilih untuk membatasi dan mengatur.
Hingga saat ini, belum ada regulasi baru terkait judi online di Indonesia, dan seluruh jenis judi tetap dilarang.
“Kita menganut prinsip bahwa segala bentuk judi dilarang. Ke depannya seperti apa, itu tergantung kebijakan politik, bukan hanya pemerintah,” jelas Teguh.
Kominfo saat ini menghadapi tantangan besar karena hanya memiliki kewenangan di hilir, sementara hulu atau para penyedia layanan judi online tidak dibendung.
Ini menyebabkan upaya pemberantasan judi online menjadi kurang efektif.
“Dibersihkan sepenuhnya tidak mungkin karena kita hanya beroperasi di hilir, sementara di hulunya banyak bandar dan rumah judi yang masih beroperasi. Jadi, hanya bisa menekan angkanya, bukan menghapus sepenuhnya,” tegas Teguh.
Tantangan dalam pemberantasan judi online ini menunjukkan betapa kompleksnya masalah ini dan betapa perlunya kerjasama lintas negara serta regulasi yang lebih komprehensif untuk benar-benar mengatasi isu tersebut.