Oleh : Dr. KRMT Roy Suryo
Hari-hari ini, netizen Indonesia, khususnya pengguna Platform X/Twitter milik Elon Musk, dihebohkan oleh rencana Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) yang akan menutup platform tersebut. Alasan penutupan ini adalah karena Twitter dianggap mengizinkan penayangan konten berbau pornografi, yang dilarang menurut yurisdiksi Indonesia. Sikap pemerintah ini menuai pro dan kontra. Banyak yang mendukung penutupan akses terhadap pornografi, namun tidak sedikit pula yang menentang penutupan platform itu sendiri.
Di tengah kontroversi ini, beredar kabar bahwa pemerintah akan meluncurkan website pengganti Platform X/Twitter yang bernama “Elaelo”. Namun, hingga saat tulisan ini dibuat, belum ada rilis resmi mengenai website yang mencantumkan logo Garuda Pancasila tersebut. Pencantuman logo lambang negara ini perlu dikritisi, karena biasanya hanya situs resmi kenegaraan dengan domain go.id yang berhak mencantumkannya.
Menutup Platform X/Twitter secara total, seperti mengibaratkan “mencari tikus dengan membakar lumbung”, adalah tindakan yang kurang bijak. Pornografi memang meresahkan, namun penutupan platform secara keseluruhan dapat memberikan dampak negatif bagi netizen. Sebaiknya, yang dicari adalah akun pengunggah konten pornografi, bukan platformnya yang ditutup. Secara teknis, hal ini dimungkinkan.
Pada tahun 2017, pemerintah telah menganggarkan Rp200 miliar untuk membeli mesin AIs yang dapat berjalan dengan kecerdasan buatan (AI). Mesin ini mampu melakukan “crawling” atau pengaisan terhadap konten-konten pornografi di berbagai platform, termasuk perjudian. Meski masih harus digawangi oleh sekitar 250 orang yang bekerja 24/7, mesin AIs ini dapat mendeteksi ribuan situs porno. Mengapa tidak dimaksimalkan penggunaannya oleh Kemkominfo? Pertanyaan ini banyak ditanyakan masyarakat terkait rencana penutupan total Platform X/Twitter.
Pada peluncurannya, mesin AIs ini diuji coba dan dalam tiga hari mampu mendeteksi sekitar 120 ribu situs porno dari Indonesia. Hasil pengaisan ini kemudian dirapatkan oleh panel forum untuk menentukan tindakan selanjutnya, apakah diingatkan, disuspend, atau di-take down dan diambil tindakan hukum jika melanggar undang-undang. Jadi, mekanismenya jelas dan komprehensif, tidak asal tutup secara total.
Sementara itu, netizen kini ramai dengan kemunculan website “Elaelo” dengan domain elaelo.id (bukan go.id). Nama domain tersebut dibuat pada Desember 2023 dan terdaftar atas nama PT Aksara Data Digital yang beralamat di Gedung Cyber 1 Lantai 3, Jl. Kuningan Barat Raya No.8 Jakarta Selatan. Sekali lagi, saya mempertanyakan kelas domain yang dipakai (hanya .id, bukan go.id) padahal mencantumkan lambang Garuda Pancasila.
Situs ini terpantau muncul di internet pada awal Maret 2024. Saat itu, sudah memasang foto Guy Fawkes dengan tulisan “Welcome to Elaelo – Medsos Lokal Pengganti X/Twitter”. Namun, logo burung Garuda baru muncul pada 17 Juni 2024. Banyak yang meragukan keabsahan dan keamanan situs Elaelo ini karena tidak diketahui siapa pembuat dan penanggung jawabnya. Hal ini riskan, karena netizen bisa menjadi korban tindakan kejahatan cyber seperti phishing dan hacking.
Apakah situs ini benar-benar dibuat oleh pemerintah sebagai alternatif ketika Kominfo memblokir X/Twitter? Sebaiknya kita menunggu rilis resmi dari Kemkominfo. Jika situs ini tidak resmi, pemerintah juga harus tegas bersikap atas kemunculannya.
Pemilihan nama “Elaelo” ini menarik. Dalam bahasa Jawa, “Ela elo” bisa diartikan sebagai “menoleh ke kanan dan ke kiri”, yang memiliki makna filosofis mendalam dalam lagu “Sluku-sluku Bathok”. Meski tidak sedikit netizen yang mengartikan sebagai “plonga-plongo” (tidak mengerti apa-apa dan menoleh ke kanan dan ke kiri). Nama ini bisa jadi sindiran kepada pemilik Platform X/Twitter, Elon Musk.
Namun, lucunya saat artikel ini ditulis, situs Elaelo sudah hilang dari internet dengan pesan “This Account Has Been Suspended!” atau “Akun ini telah Ditangguhkan!” saat diakses via berbagai browser. Jadi, pemerintah harus mempertimbangkan betul sebelum menutup total salah satu platform, terutama karena sudah pernah menganggarkan biaya besar untuk mesin AIs. Ketegasan dan kecerdasan sangat penting agar tidak terlihat hanya ikut-ikutan.
Dr. KRMT Roy Suryo – Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen.