Kearifan Lokal Masyarakat Ngijo dalam Melestarikan Mata Air Tuk Serco

Tuk serco digunakan masyarakat di Dusun Ngijo, Kendal sebagai sistem pengaliran air dari mata untuk rumah tangga dan pertanian. (Dok; KOMPAS)

Air adalah salah satu karunia Tuhan yang paling esensial bagi kehidupan dan wajib dijaga keberlangsungannya. Berbagai cara dilakukan untuk memastikan air selalu mengalir dan memenuhi kebutuhan manusia.

Di Nusantara, masyarakat adat memiliki beragam pendekatan untuk menjaga kelestarian air. Salah satu contoh yang menarik adalah praktik kearifan lokal masyarakat Dusun Ngijo, Desa Purwogondo, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah.

Masyarakat Dusun Ngijo telah lama menjalankan kearifan lokal demi menjaga kelestarian mata air Tuk Serco. Mereka membuat kesepakatan bersama yang berbuah konservasi berbalut nilai-nilai luhur yang diwariskan turun temurun.

Salah satu kesepakatan penting adalah mengenai jenis pohon yang ditanam di sekitar mata air untuk memastikan air tetap mengalir.

Mereka memilih tanaman keras seperti pohon petai, durian, melinjo, dan sengon. Tanaman keras dipilih karena akarnya mampu mengikat dan menyimpan air. Selain menanam pohon, mereka juga menetapkan kriteria pohon yang boleh ditebang: tinggi batang harus melebihi 30 meter, diameter batang lebih dari 80 sentimeter, dan usia pohon di atas empat tahun. Setiap pohon yang ditebang harus diganti dengan bibit tanaman sejenis untuk memastikan kelestarian.

Tuk Serco adalah mata air istimewa dengan debit yang tak pernah menyurut sepanjang waktu. Menurut penelitian Siswadi dalam makalahnya “Kearifan Lokal dalam Melestarikan Mata Air”, debit Tuk Serco mencapai 12 liter per detik atau lebih dari satu juta liter per hari.

Bahkan di musim kemarau, aliran air Tuk Serco tetap deras, menjadikannya andalan bagi kebutuhan air bersih warga, fasilitas umum, dan irigasi lahan pertanian setempat.

Untuk memastikan distribusi air yang adil, masyarakat membuat aturan pembagian aliran air yang melibatkan tokoh masyarakat dan pengawasan bersama oleh pemilik lahan.

Selain itu, untuk menjaga kebersihan dan kemurnian Tuk Serco, mereka melarang aktivitas yang dapat mencemari mata air, seperti mencuci peralatan makan dan minum di kolam mata air, membuang sampah, dan mendirikan bangunan di sekitar aliran air.

Masyarakat Dusun Ngijo juga menjaga tradisi ritual seperti nyadran, yakni doa bersama sambil membawa sesaji untuk memohon kepada Sang Pencipta agar Tuk Serco selalu mengalirkan air. Tradisi ini digelar setiap tahun sebelum memasuki Ramadan.

Secara rutin, masyarakat merawat saluran dan pipa-pipa paralon yang mengalirkan air Tuk Serco dan memantau kondisi hutan perbukitan di belakang desa, yang menjadi lumbung pasokan air bagi Tuk Serco.

Semua ini dilakukan secara sukarela dengan kesadaran penuh akan pentingnya menjaga sumber daya air bagi keberlangsungan hidup mereka.

Kearifan lokal masyarakat Dusun Ngijo dalam melestarikan mata air Tuk Serco adalah contoh nyata bagaimana nilai-nilai tradisional dapat bersinergi dengan upaya konservasi modern.

Dengan menjaga kelestarian alam dan air, mereka tidak hanya memastikan keberlangsungan sumber daya alam tetapi juga melestarikan budaya dan tradisi yang telah diwariskan nenek moyang mereka.

Melalui tindakan nyata dan komitmen bersama, masyarakat Ngijo berhasil menjaga salah satu sumber daya paling vital bagi kehidupan: air.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *