banner 728x90

Warga Rempang Keberatan Atas Keputusan BP Batam Yang Terburu Buru

Dialog tentang pembangunan Rempang, di Hotel Harmoni One, Batam Center, Rabu, 6/9/2023.

Batam, Owntalk.co.id – Ratusan warga Rempang dan Galang yang menghadiri undangan Wali Kota Batam ex officio Kepala BP Batam, Muhammad Rudi, keberatan dengan keputusan BP Batam yang akan merelokasi warga. Keputusan itu dinilai terburu-buru dan tidak memihak pada warga.

Pertemuan yang diberi nama Dialog Tentang Pengembangan Pulau Rempang, dihadiri sebagian kecil warga yang bermukim di Pulau Rempang. Dialog itu ditaha Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kota Batam, di salah satu hotel yang berada di kawasan Batam Center. Seyogyanya, dialog yang membahas terkait relokasi masyarakat Rempang dan Galang itu dilaksanakan pada Selasa, 5/9/2023, namun karena ada kendala, BP Batam menyelenggarakannya pada Rabu, 6/9/2023.

Dialog seharusnya dimulai pukul 09.00 WIB, namun karena jumlah yang hadir masih sedikit, sehingga ditunggu hingga sekitar pukul 11.00 WIB. Dalam dialog itu terkumpul sekitar 250 jiwa, yang sebagian di antaranya warga masyarakat Pulau Rempang, dan Pulau Galang. Menurut penyelenggara, warga yang hadir terdiri dari tokoh masyarakat, tokoh agama, organisasi masyarakat yang bertempat tinggal di Rempang dan Galang.

Panitia sempat melarang wartawan masuk ke dalam ruangan dialog, diduga untuk menhindari transparansi pertemuan. Tetapi pada akhirnya media dan masyarakat diizinkan masuk, meski banyak yang keberatan dengan keputusan BP Batam. Warga keberatan terhadap tempat relokasi yang baru, dan menurut masyarakat sendiri BP Batam terkesan memaksakan kehendak serta terburu-buru.

Pertemuan dialog tentang Pembangunan Rempang, Rabu, 6/9/2023.

Pada umumnya warga keberatan terhadap lokasi rumah tempat mereka akan digusur (relokasi). Tempat baru itu, menurut warga, memisahkan mereka dari mata pencaharian mereka di daerah pantai. Lokasi yang akan mereka tempati, meski tetap berada di Pulau Rempang dan Galang, namun kedekatan terhadap sumber mata pencaharian mereka dari pertanian dan nelayan, sudah hilang. Spirit nelayan dan petani itu telah dijauhkan dari mereka, sehingga mereka gamang menjalani masa depan bersama anak serta keturunan mereka.

Kami mau mempertahankan kampung kami, masyarakat menolak untuk relokasi, walaupun dijanjikan dengan rumah seharga Rp120 juta di lokasi yang baru. Kalau kami di relokasi ketempat yang baru bagaimana dengan masyarakat kami yang hanya mengandalkan hasil tangkapan laut dan pertanian, dan banyak masyarakat kami yang tidak memiliki ijazah untuk mencari pekerjaan ditempat kami yang baru. Siti Arini, Warga Rempang.

”Kami mau mempertahankan kampung kami, masyarakat menolak untuk relokasi, walaupun dijanjikan dengan rumah seharga Rp120 juta di lokasi yang baru. Kalau kami di relokasi ketempat yang baru bagaimana dengan masyarakat kami yang hanya mengandalkan hasil tangkapan laut dan pertanian, dan banyak masyarakat kami yang tidak memiliki ijazah untuk mencari pekerjaan ditempat kami yang baru,” ujar Siti Arini, salah satu anggota masyarakat dari Desa Pasir Panjang, Rempang.

Selain masyarakat mengeluhkan tentang mata pencaharian mereka, mereka juga menuntut agar warga Rempang dan Galang diprioritaskan menjadi karyawan di PT Megah Elok Graha (MEG) yang akan dibangun di kampung mereka. ”Kami khawatir dan mengeluhkan pemakaman para leluhur mereka yang sudah ada sejak puluhan tahun lalu. apakah makam leluruh kami serta situs-situs yang telah kami jaga selama ini akan tetap lestari? Tidak ada yang menjamin,” ujar Siti Arini.

Namun di sisi lain, Muhammad Rudi tidak mampu meyakinkan warga. ”Saya hanya walikota, dan saya hanya kepala BP Batam. Kewenangan, dan keputusan penuh bukan di tangan saya, di atas saya masih ada gubernur, ada menteri, wakil presiden dan presiden. Tapi saya tidak mau menyalahkan siapapun atas permasalahan ini, tapi kami dari BP Batam sudah berusaha mencari solusi terbaik atas permasalahan ini,” ujar Rudi berkilah.

Pernyataan itu dinilai warga sebagai upaya membuang tanggungjawab sebagai Wali Kota dan Kepala BP Batam. Padahal, warga sebelumnya percara terhadap dua jabatan yang berada di tangan seorang wali kota, adalah untuk mengutamakan kepentingan warga. ”Kenyataannya terbalik, semua harapan kita sudah sirna, tidak ada gunanya (Muhammad Rudi) kepala daerah lagi,” ujar Ardi, salah seorang warga yang hadir. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *