* Dinilai Tumpang Tindih dan Merusak Aset Negara
Tanjungbalai Karimun, Owntalk.co.id – Ratusan proyek Belanja Normalisasi Sungai setiap tahun diluncurkan di Pemerintahan Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, dengan menyedot anggaran puluhan miliar yang dinilai sebagai pemborosan serta merusak aset negara di sejumlah tempat. Paket pekerjaan normalisasi itu dibungkus dengan kegiatan Pokok-pokok Pikiran (Pokir anggota DPRD) tanpa ada pengawasan.
”Setiap tahun pemerintah Kabupaten Karimun mengeluarkan anggaran untuk normalisasi sungai di Karimun. Pertanyaannya, berapa banyak sungai di Kabupaten Karimun yang terjadi pendangkalan setiap tahun sampai harus dilakukan normalisasi dengan jumlah total paket pekerjaan ratusan paket? Dan, anggarannya setiap tahun menghabiskan puluhan milyar APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) serta tidak ada efektifitas dan nilai plus karena lokasi pekerjaan setiap tahun terindikasi tumpang tindih pada wilayah yang sama dan anggaran juga bervariasi dari biaya APBD dan APBN, campur-aduk,” kata Ketua Barisan Kawal Demokrasi (Barikade) ’98, Rahmad Kurniawan, kepada Owntalk.co.id, Senin, 15/5/2023.
Seharusnya, pokok-pokok pikiran atau pokir anggota DPRD merupakan aspirasi masyarakat yang dititipkan kepada anggota dewan agar diperjuangkan pada pembahasan RAPBD. Tetapi pada kenyataannya, pokir nyatanya berpotensi sebagai pemborosan anggaran daerah. ”Atas pemborosan anggaran daerah yang dilakukan oleh pejabat dan anggota dewan, melukai hati rakyat yang sedang kesulitan mengatasi masalah ekonomi. Bupati sebagai kepala daerah yang telah berkuasa empat periode, kami anggap gagal,” ucap Rahmad Kurniawan.
”Berapa besar nilai pekerjaan normalisasi sungai di kabupaten Karimun, dan berapa panjang sungainya sampai sempadan tanah warga dan perkebunan dijadikan proyek normalisasi? Indikator pelaksana setiap tahun telah terjadi pemborosan, sementara di lapangan banyak ditemukan sungai yang dinormalisasi, tetapi jembatan dan box covert terjadi abrasi dan penurunan konstruksi. Ini merusak aset negara, bukan menambah aset. Seharusnya masih banyak lagi wilayah di Karimun yang perlu dibangun, bukan cuma menggali sungai saja di setiap tahunnya. Tindakan ini merupakan paket pekerjaan titipan para pejabat daerah. Besar potensi konspirasi di dalam penganggaran dan ada kepentingan dalam pekerjaan normalisasi tersebut,” tutur Rahmad Kurniawan.
Proyek sejenis ini merupakan konspirasi dalam sistem pengadaan barang dan jasa. Pihak auditor BPK dipastikan akan menemukan banyak kejanggalan dan temuan serta terindikasi akan ditekankan untuk pengembalian sisa anggaran yang sudah dicairkan, karena hasil pekerjaan tidak sesuai dengan jumlah volume material yang di hasilkan.
Rahmad Kurniawan, Ketua Barikade ’98 Kepulauan Riau.
Pengamatan media ini pada Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) atau Electronic Procurement Service (EPS) Kabupaten Karimun, terdapat 100 lebih proyek normalisasi kali dan sungai di Kabupaten Karimun, yang berada di lokasi Kecamatan Kundur, Kecamatan Meral, Kecamatan Karimun, Kecamatan Belat, Kecamatan Buru, dan sejumlah lokasi lain. Rata-rata biaya normalisasi berada pada kisaran Rp180 juta, dan terjadi beberapa kali di titik yang sama pada tahun yang berbeda. Anehnya, proyek normalisasi sungai itu dilakukan kembali pada tahun 2023, tetapi dengan data pada tahun 2022.
Barikade ’98 menemukan paket normalisasi sungai di Karimun lebih dari seratus paket. Proyek itu dikeluarkan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Karimun. Proyek itu dinilai oleh Barikade ’98 merupakan pemborosan. ”Ada apa Dinas PU Karimun dan di lapangan beredar isu semua paket milik Aunur Rafiq? Apa benar info ini? Kami dari Barikade 98 DPW Kepri akan menurunkan tim untuk melakukan verifikasi di lapangan, apakah proyek itu benar dijalankan atau hanya proyek fiktif,” ujar Rahmad.
Nilai satu paket pekerjaan rata-rata memiliki pagu Rp180.000.000. ”Nah, sungai yang mana saja setiap tahun terjadi pendangkalan dan sungai di daerah mana yang dibuka sebagai sungai codetan baru? Ini jelas merupakan kerugian besar bagi rakyat, dan potensi korupsi bagi pejabat. Dana pemborosan ini kami curigai ada kong-kali-kong antar para pihak di internal penganggaran dan perusahaan yang melakukan pekerjaan. Kami akan kejar dan pertanyakan sama pihak perusahaan dalam galian berapa kubikasi material yang digali,” jelas Rahmad.
”Jangan sampai terjadi laporan realisasi pekerjaan tidak sesuai dengan hasil di lapangan, karena temuan kami di lapangan hanya anyau saja yang diangkat bersama sampah dan rumput, bukan konsentrat material galian. Ini korupsi nyata-nyata, dan amat parah,” tegas Rahmad. Hasil Musrenbang Karimun, katanya, tidak sesuai dengan pencapaian target dan terindikasi ada paket bagi bagi anggaran dan bagi bagi pekerjaan yang menjadi pemborosan.
”Proyek sejenis ini merupakan konspirasi dalam sistem pengadaan barang dan jasa. Pihak auditor BPK dipastikan akan menemukan banyak kejanggalan dan temuan serta terindikasi akan ditekankan untuk pengembalian sisa anggaran yang sudah dicairkan, karena hasil pekerjaan tidak sesuai dengan jumlah volume material yang di hasilkan,” kata Rahmad Kurniawan lagi.
Salah satu contoh normalisasi sungai terjadi di Tanjung Sesup, Kelurahan Gading Sari Kecamatan Kundur. Dinas Pekerjaan Umum Karimun membuat pagu anggaran Rp181.928.852, dan harga perkiraan sendiri (HPS) Rp181.830.400. Pekerjaan itu dilakukan oleh pengusaha asal Batam, yakni Timora Konstruksi Tapanuli beralamat di Batuaji dengan nilai proyek Rp181.686.000. ”Kalau bisa dikerjakan UMK, mengapa mencari perusahaan dari luar, sementara para pengusaha setempat dibiarkan menganggur. Ini indikasi adanya konspirasi, agar masyarakat sulit melakukan verifikasi terhadap pelaksana,” pungkas Rahmad Kurniawan. (*)