Batam, Owntalk.co.id – Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga (LAKRL) meminta perusahaan kontraktor Kerja Sama Operasi (KSO) PT Marinda Karyautama Subur, yang melakukan pengerukan pendalaman kolam dermaga utara Pelabuhan Batuampar, segera menghentikan kegiatannya. Pasalnya, pengerukan tidak memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) sehingga menimbulkan air keruh yang mengganggu aktivitas nelayan di kawasan Batuampar dan sekitarnya.
”Telah terjadi pengerukan dasar laut atau disebut sedimen dengan menimbulkan air yang keruh di wilayah Batuampar dan sekitarnya. Ada ratusan nelayan yang menggantungkan hidupnya pada kegiatan menangkap ikan tidak jauh dari bibir pantai. Mereka sangat terganggu karena biota laut telah dirusak. Kegiatan ini telah lama kami pantau, tetapi akhir-akhir ini kerusakan yang ditimbulkan semakin meluas. Ini harus dihentikan,” kata Juru Bicara LAKRL, Said Ubaidillah, kepada Owntalk, Senin, 20/3/2023.
Proyek pendalaman alur di Pelabuhan Batuampar, menurut Said Ubaidillah, telah dimulai sejak 2021. Namun di awal pelaksanaan proyek, perusahaan KSO sebagai pelaksana di lapangan relatif masih menjaga dampak lingkungan. ”Di awal pekerjaan ini, kami memantau pekerjaan pengerukan tidak terlalu berpengaruh pada kekeruhan air, namun semakin ke sini, pelaksana di lapangan semakin leluasa memperkeruh air laut, dan kekeruhan air itu tentu saja meluas. Tidak ada upaya pelaksana (kontraktor KSO) mengatasi hal itu, dan setelah kita cek ke lapangan, ternyata proyek ini tidak memiliki AMDAL,” tegasnya.
Untuk menelusuri protes LAKRL, media ini melakukan pengecekan di lapangan. Ternyata pengerukan sedimen yang diprotes LAKRL dikerjakan asal jadi oleh perusahaan KSO dari PT Marinda Karyautama Subur sebagai pemenang proyek Revitalisasi Kolam Dermaga Utara Pelabuhan Terminal Batuampar, Kota Batam. Kapal pengeruk yang tergolong berukuran kecil, menggunakan pipa saluran yang bocor di sepanjang pipa, sehingga tidak terlihat menyedot sedimen untuk ditimbun ke tanggul yang dibangun di dermaga utara pelabuhan itu.
Kebocoran pipa penyedot sedimen itulah yang menimbulkan air keruh di wilayah pelabuhan hingga terlihat melebar ke wilayah laut di sekitar Batuampar. Proyek senilai Rp80 miliar itu seharusnya selesai pada akhir 2022, namun hingga kini masih terus dikerjakan. Anehnya, tanggul seluas 4 hektar di dermaga utara pelabuhan, yang seharusnya tempat penimbunan sedimen dari pendalaman alur pelabuhan, tidak terlihat adanya penimbunan sedimen.
”Mereka (kontraktor proyek) hanya mengotori air laut di sekitar Batuampar, tidak benar terjadi pengerukan, sebab lumpur yang disedot bocor ke mana-mana, dan menimbulkan air keruh yang mengganggu nelayan. Kami ini sebagai nelayan tidak rela dibodoh-bodohin sama kontraktor yang mengerjakan pekerjaan asal jadi, dan tidak memiliki AMDAL. Setelah ini, kami akan meminta pertanggungjawaban pimpinan BP Batam tentang pekerjaan yang merugikan para nelayan ini,” ucap Said Ubaidillah.
Mereka (kontraktor proyek) hanya mengotori air laut di sekitar Batuampar, tidak benar terjadi pengerukan, sebab lumpur yang disedot bocor ke mana-mana, dan menimbulkan air keruh yang mengganggu nelayan. Kami ini sebagai nelayan tidak rela dibodoh-bodohin sama kontraktor yang mengerjakan pekerjaan asal jadi, dan tidak memiliki AMDAL. Setelah ini, kami akan meminta pertanggungjawaban pimpinan BP Batam tentang pekerjaan yang merugikan para nelayan ini. Said Ubaidillah, Juru Bicara Lembaga Adat Kesultanan Riau Lingga (LAKRL)
Di Singapura, menurut penelusuran LAKRL seperti disampaikan Said Ubaidillah, nelayan tidak usah jauh dari pelabuhan, bisa mendapatkan ikan kerapu besar. ”Mereka (nelayan Singapura) tidak usah jauh mereka sudah dapat tangkapan. Banyak nelayan naik haji karena penghasilan menangkap ikan. Tetapi di sini, laut dirusak, ikan-ikan lari dari sekitar pantai. Kondisi air laut sudah seperti Kopi O (sebutan kopi hitam di Batam). Kalau warga jatuh ke laut di sekitar Batuampar dan Tanjunguma, mereka sakit kulit dan bisa melepuh,” kata Said Ubaidillah.
Sebelumnya, LAKRL berencana melakukan aksi damai di Kantor Badan Usaha (BU) Pelabuhan BP Batam di Jl Yos Sudarso Batuampar, hari ini, Senin, 20/3/2023. Namun, surat pemberitahuan yang disampaikan ke Polresta Barelang bukannya diterima oleh Satuan Intelkam Polresta Barelang sebagai syarat utama melakukan aksi damai. Malah surat pemberitahuan yang mereka sampaikan ke Polresta Barelang beredar ke berbagai pihak. Pada akhirnya, kata Said Ubaidillah, aparat kepolisian menghubungi pihaknya dan meminta bertemu dengan pihak kontraktor.
Baru Memulai Pekerjaan
Menurut penelusuran media ini, LAKRL mengadakan pertemuan dengan pihak kontraktor KSO pengerukan kolam dermaga utara di bawah tanggungjawab PT Marinda Karyautama Subur yang diwakili Adi Saelagi. Dalam pertemuan di sebuah kafe di bilangan Tiban itu, kedua pihak sepakat untuk melakukan langkah-langkah konkret dalam mengatasi dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh proyek pendalaman pelabuhan.
Menurut Adi Saelagi, pihaknya baru saja melakukan pekerjaan dalam proyek Revitalisasi Kolam Dermaga Utara Pelabuhan Terminal Batuampar. ”Kami baru saja mengambil-alih pekerjaan dari pekerjaan (kontraktor KSO) sebelumnya. Mereka sudah hampir dua tahun bekerja, dan kami baru hanya dua bulan. Kami melaksanakan sesuai perintah undang-undang. Kalau sudah BP Batam (yang memerintahkan pekerjaan) kami anggap sudah benar secara menyeluruh,” kata Adi Saelagi.
”Kenapa (kami yang disalahkan)? Kami baru mau mulai (bekerja) belum ada action. Kami baru menerima pekerjaan ini,” jelas Adi Saelagi. Penjelasan ini sangat bertentangan dengan dokumen proyek Revitalisasi Kolam Dermaga Utara Pelabuhan Terminal Batuampar, yang seharusnya telah selesai pada November 2022 lalu. Proyek dengan nilai Rp75,5 miliar itu seharusnya selesai selama 390 hari kalender yang dimulai pada 11 Oktober 2021. Anehnya, pada satu dokumen proyek, BP Batam melaporkan pekerjaan yang ditenderkan itu telah selesai pada akhir 2022.
Menurut Adi Saelagi, ada tiga hal yang terjadi dalam pelaksanaan proyek pendalaman kolam dermaga itu, antara lain masalah administrasi, masalah teknis dan masalah non teknis. ”Apa yang bisa kami sampaikan ke BP Batam secara teknis kami melakukan tindakan pengerukan, kami akan minimalisir, karena yang kita keruk bukan limbah, tetapi sedimen yang tidak ada limbah yang kami keruk. Mungkin dari skalanya jika limbah, apalagi merkuri (bisa dihentikan), ini bukan (limbah) industri. (Hanya untuk membuat) Kapal untuk menyandar di situ (kolam pelabuhan). Kira-kita non teknis, apa yang bisa kita lakukan buat mereka (nelayan),” tutur Adi.
Menurutnya, ada wadah pemerintah atau eksekutif dan wadah legislatif, yakni lembaga DPRD. Karena mereka (DPRD) yang bisa memanggil mereka (pemerintah atau eksekutif), kalau tangan-tangan kita (masyarakat) itu tidak sampai. Penjelasan itu disampaikan Adi Saelagi, karena utusan dari LAKRL bersikukuh menyebut pekerjaan yang dilakukan oleh KSO pada proyek pendalaman kolam dermaga itu tidak profesional. Pipa penyedot sedimen bocor dan merembes ke perairan bebas. (*)