BUNG Karno sempat menolak ketika diminta untuk membacakan kembali naskah teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Alasannya, Proklamasi cukup sekali dibacakan di Pegangsaan Timur 56, Jakarta, sebagai pernyataan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ketka itu, Yusuf Ronodipuro, penyiar Radio Republik Indonesia (RRI) meminta Bung Karno untuk merekam suaranya membacakan kembali teks proklamasi.
Yusuf Ronodipuro mengusulkan ide merekam suara Bung Karno untuk membacakan teks proklamasi kembali setelah RRI kala itu baru saja memiliki alat perekam suara.
Sempat terjadi adu argumentasi yang sengit, hijgga akhirnya Bung Karno bersedia membacakan kembali teks prolamasi untuk direkam sebagai bukti sejarah bangsa.
Bujukan Yusuf Ronodipuro pun berhasil meyakinkan Bung Karno . Stasiun RRI Jalan Medan Merdeka Barat 4-5 Jakarta menjadi saksi tempat direkamnya pembacaan teks Proklamasiyang kita dengar saat ini.
Oleh Yusuf Ronodipuro suara Bung Karno itu direcord dalam piringan hitam yang kini di simpan di Lokananta, Surakarta.
Itulah kenapa suara Bung Karno yang kita dengar setiap memperingati atau merayakan HUT Kemerdekaan RI, jernih dan bersih tanpa ada suara-suara latar lain.
Peran Yusuf Ronidipuro di RRI bukan hanya sebagai penyiar saja. Penerima Bintang Maha Putra ini adalah pendiri RRI bersama Abdurrahman Saleh pada 11 September 1945.
Pria kelahiran Salatiga, 30 September 1919 yang dimakamkan di Taman Pahlawan Kalibata (2008) ini juga yang mencetuskan tagline : “Sekali di udara, tetap di udara”.
RRI yang kini berstatus radio publik (LPPRRI) tetap mengudara dengan berbagai kemajuannya. Ada siaran Pro 1 (untuk siaran lokal), Pro 2 (untuk siaran bagi milinealis), dan Pro 3 (untuk siaran berita nasional).
Kini, ketiga channel siaran RRI menyatu bersama warga pendengar RRI di mana pun berada. “Kolaborasi untuk Indonesia Kuat”, sebagai tema HUT RRI ke 77th, adalah tema yang tepat untuk konteks kekinian Indonesia saat ini.
Peran RRI sebagai radio publik milik bangsa harus dirasakan manfaatnya secara nyata bagi rakyat Indonesia.
Inovasi dan kreativitas RRI dalam memajukan siaran menjadi keniscayaan.
Tentu saja, RRI sebagai radio publik tetap bekhitmat menjadi penyambung suara bangsa. RRI bukanlah sekadar radio, melainkan berperan sebagai pengemban sejarah peradaban bangsa.
Dirgahayu RRI ke 77th. “Sekali di udara tetap di udara”.
Ditulis oleh : Surya Makmur Nasution (Politisi Batam)