“Jadi memang ada permainan pertarungan antara kekuatan-kekuatan global (world game of global supremasi) yang coba bertarung dari sisi supremasi, setelah pandemi tidak memberikan dampak sistematik kepada China,” jelasnya.
Tanpa disadari, lanjutnya, konflik ini telah memicu resesi ekonomi dan inflasi secara global. Hal ini juga akan terjadi di Indonesia dan akan menambah tekanan persoalan-persoalan ekonomi di tanah air.
“Sekali lagi saya khawtir, ketika ada orang membaca situasi global semacam ini dikaitkan dengan situasi ekonomi kita yang juga sedang tidak bagus. Mereka akan mengambil keuntungan pragmatis dengan membiarkan negara tidak punya solusi sistemik untuk mengatasi situasi krisis ini,” katanya.
Demi kepentingan politiknya, kata Mahfuz, orang-orang tersebut, sengaja membiarkan ekonomi bertambah buruk dan susah, dan dimana harga-harga kebutuhan pokok akan semakin melambung tinggi.
Hal ini tentunya akan menjadi pembenaran bagi mereka, bahwa negara tidak perlu membiayai pelaksanaan Pemilu 2024 yang membutuhkan anggaran kira-kira sebesar Rop 100-150 triliun, sehingga bisa dialokasikan untuk kebutuhan lain yang bersentuhan dengan masyarakat langsung.
“Kira-kira cara berpikir mereka, daripada kita mengeluarkan uang Rp 100-150 triliun untuk membiayai Pemilu, lebih baik digunakan untuk yang lain. Toh Pilkada saja bisa kita undur dan kita ganti dengan Plt. Mudah-mudahan ini, hanya suudzon saya saja, tapi bisa saja lompatan-lompatan berpikir semacam itu terjadi,” katanya.
Sekjen Partai Gelora mengaku tidak setuju dengan pikiran-pikiran semacam ini diinisiasi ke publik, karena membodohi masyarakat, dimana negara seolah-olah tidak mempunyai ide untuk menyelesaikan ancaman tekanan ekonomi.
“Situasi pandemi sekarang menjadi krisis ekonomi yang juga dialami semua negara, tidak perlu dikaitkan dengan krisis Ukraina. Pandemi sudah menciptakan kasus minyak goreng, bagaimana reaksi ibu-ibu ketika antri, mereka tidak lagi menyalakan produsen. Tapi mereka salahkan negara, pemerintah, mereka salahkan Presiden,” katanya.
Mahfuz meminta agar orang-orang tersebut, bisa ikut serta memberikan solusi untuk mengatasi tekanan ekonomi saat ini, bukan sebaliknya melakukan lompatan-lompatan berpikir yang tidak logis dan tidak rasional.
“Pemilu 2019 lalu, saja telah menciptakan pembelahan yang sampai sekarang tidak selesai. Makanya, saya khawatir krisis ekonomi akan bergeser menjadi krisis sosial,” katanya.
Dalam level terntentu, Partai Gelora juga mengkwatirkan krisis sosial tersebut akan menjadi krisis politik, yang akan merugikan masyarakat dan perjalanan demokrasi Indonesia.
“Tidak usah berpikir penundaan Pemilu, selesaikan saja kasus minyak goreng, atau selesaikan kasus tahu dan tempe. Publik sudah resah dengan efek pembelahan selama ini, jangan ditambahin masalah baru lagi,” katanya.
Publik, kata Mahfuz, harus diberikan mitigasi mengenai cara mengatasi tekanan ekonomi saat ini. Bukan sebaliknya, diberikan pikiran tidak logis yang bisa memicu krisis sosial dan politik.
“Saat ini begitu banyak kepentingan global yang bermain, begitu kita ada krisis sosial dan krisis politik, kekuatan global akan masuk ke Indonesia untuk memainkan situasi. Jadi jangan ada ide-ide nakal yang tidak logis yang bisa merusak akal sehat,” pungkasnya.