Menurut Margo, inflasi di kelompok ini dipicu oleh kenaikan angkutan udara yang memberi andil sebesar 0,03 persen. Sementara itu, berdasarkan komponen, harga bergejolak memberikan andil 0,01 dan inflasinya sebesar 0,03 persen didorong oleh harga cabai merah.
Adapun, komponen harga yang diatur pemerintah memberikan andil inflasi sebesar 0,06 persen dan inflasinya sebesar 0,33 persen. Inflasi di sektor ini disebabkan oleh kenaikan tarif angkutan udara, BBM dan harga rokok kretek.
Tren seperti dilaporkan BPS sebenarnya bukan hanya terjadi di Indonesia. Tren ini sudah menjadi tren global sehingga mendorong terjadinya inflasi, bahkan stagflasi.
Adalah sejumlah negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Inggris, yang ekonominya mulai pulih setelah melandainya Covid-19, kini dihadapkan pada ancaman stagflasi.
Kondisi Inflasi Tinggi
Kondisi itu diindikasikan dengan inflasi tinggi tapi diikuti perlambatan pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran yang tinggi. Sebagai gambaran utama, tingkat inflasi AS berada di angka 5,4 persen (yoy) pada September.
Namun pertumbuhan ekonomi AS turun signifikan dari 6,7 persen (QoQ) ke angka 2,0 persen (QoQ) selama triwulan III-2021, sementara tingkat pengangguran berada di angka 4,8 persen pada akhir September.
Bagi investor pasar fixed income global, kekhawatiran stagflasi tersebut digambarkan dengan yield curve US Treasuries (T-bonds) yang cenderung mendatar (flattening). Per 28 Oktober 2021, yield T-bonds tenor 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 1 tahun berada pada rentang yang terbatas, yakni antara 0,06 persen dan 0,15 persen.
Demikian pula yield T-bonds tenor 7—10 tahun yang berada antara 1,44 persen dan 1,57 persen. Sementara itu, yield T-bonds tenor panjang bahkan memperlihatkan inverted, di mana yield tenor 20 tahun (berada di angka 198 persen) melebihi angka yield tenor 30 tahun (yang berada di angka 1,96 persen).
Secara umum, kecenderungan flattening (atau inverted) tersebut menunjukkan adanya risiko yang hampir sama antartenor. Walau hal ini sering terjadi saat transformasi perekonomian dari resesi ke ekspansi dan sebaliknya, juga dapat diartikan dengan ekspektasi investor akan adanya ketidakpastian terhadap prospek perekonomian masa depan.
Yang patut disyukuri, kekhawatiran stagflasi belum terlihat pada perekonomian domestik. Inflasi September cenderung stabil di angka 1,60 persen (yoy), sementara inflasi di Oktober di angka 1,66 persen.
Halaman selanjutnya…

