Trenggalek, Owntalk.co.id – Ditengah badai pandemi Covid-19, kemeriahan malam puncak peringatan hari jadi Trenggalek tentunya tidak mungkin digelar semeriah seperti tahun-tahun sebelumnya.
Hal itu untuk menghindari kerumunan dan mencegah penyebaran Covid-19 menjadi alasan kenapa rangkaian peringatan Hari Jadi ke- 827 Trenggalek tidak bisa digelar meriah.
Peringatan hari Jadi Trenggalek rutin di tutup dengan pagelaran wayang kulit, namun kali ini hanya sebatas wayang ruwatan.
Seperti kata Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin saat ditanya para awak media, Selasa (31/8), ” Yang penting syarat spiritualnya tercukupi,” ucapnya.
Kirab pusaka tetap ada, namun dikemas dengan cukup sederhana.
“Untuk menghindari kerumunan dalam mencegah penyebaran Covid-19, Begitu juga dengan pagelaran wayang kulit, tetap digelar namun hanya sebatas wayang ruwatan,” kata Bupati Nur Arifin
Mengambil lakon Murwokolo, dengan Dalang Ki Marjan (Gareng) asal Sugihan Kecamatan Kampak, lakon ini di ikhtiarkan agar wabah pandemi Covid-19 bisa segera berakhir.
Dalang yang lekat dipanggil dengan nama panggung Gareng (salah satu Punakawan) tersebut menuturkan, Murwokolo itu bila orang punya anak satu yang disebut ontang anting. Anak laki-laki 2 istilah jawa nya disebut ugel-ugel lawang. Sedangkan 2 perempuan disebut kembang setaman.
Baca Juga :
- Mobil Sehat PT Timah Datangi Desa Ibul
- Puluhan Mahasiswa Polman Babel Datangi PT Timah
- PT Timah Gelar Seminar Mensukseskan Anak Berkebutuhan Khsusus Bagi Orang Tua Siswa SLBN Koba
Kemudian lancuran kapit sendang adalah anak laki-laki satu diapit 2 anak perempuan. Sedangkan sendang kapit lancuran, anak perempuan satu diapit 2 anak laki-laki. Pendowo limo, 5 anak laki-laki semua. Sedangkan Pendawi limo anak 5 perempuan semua.
Selanjutnya Pendowo uncal-uncal anak perempuan 4 laki-lakinya satu. Pendowo nglumbungi, anak laki-lakinya empat, anak perempuannya 1. Menurut sejarahnya bila ini tidak diruwat menjadi makanan Batara Kala (akan terus mendapatkan musibah).
Sedangkan lakon Murwokolo malam ini, kata Ki Marjan, menceritakan lingkup Pendopo Agung Trenggalek. Sedikit membocorkan alur cerita, Ki Gareng ini menjelaskan, “ceritanya nanti air sembilan dikepung Batara Kala yang mengejar orang yang menggoda,” jelasnya.
Diharapkan oleh salah satu dalang senior lokal Trenggalek tersebut musibah yang menimpa Trenggalek dan tanah air bisa lekas segera sirna. Sehingga masyarakat dapat hidup sejahtera.
Sedangkan Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin dalam sambutannya mengawali wayang ruwatan ini mengatakan, “Dulu pagelaran wayang berjalan sangat meriah. Banyak warga dari berbagai kecamatan datang menyaksikan pagelaran ringgit ini,” ungkapnya.
Sedih tentunya, lanjut suami Novita Hardini Mochamad itu. “Tentunya ingin melihat kemeriahan itu kembali. Namun karena pandemi kita harus bisa menahan diri.Yang penting niat dan ikhtiarnya semoga dikabulkan,” lanjutnya.
Wayang ruwatan ini sendiri, digelar cukup sederhana dengan tamu undangan yang sangat terbatas. Nampak terlihat Wakil Bupati Trenggalek, Syah Muhammad Natanegara hadir, Sekda Trenggalek dan beberapa pejabat di lingkup Pemkab Trenggalek. (Sar)