Jakarta, Owntalk.co.id – Sigit Riyanto, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) menceritakan kecemasannya mengenai penonaktifan 75 pegawai KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
Beliau menyatakan praktik ini seperti mengulang penelitian khusus (litsus) yang dilakukan era Orde Baru. Selain itu, materi tes yang beberapa diantaranya menjurus pada pertanyaan tentang agama dan paham politik pribadi merupakan salah satu bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia.
“Apalagi di justifikasi dan dikaitkan dengan stigma kadrun dan lain-lain, itu menjadi masalah besar karena menjadi dalih atau cara untuk eksekusi bahkan persekusi, Nah, praktik seperti ini saya khawatirkan akan mnegulang atau jelmaan dulu apa yang dilakukan penguasa orde baru,” kata sigit dalam acara diskusi yang disiarkan melalui YouTube Yayasan LBH Indonesia, Minggu (23/5).
Sigit berasumsi, TWK alih status kepegawaian KPK ini sengaja dilakukan untuk menyingkirkan para pegawai lembaga antirusuah yang dianggap tidak sejalan dengan pihak tertentu dalam pemberantasan korupsi.
Baca Juga :
- Kekal Batam Apresiasi Kehadiran Gubernur NTT di Batam, Pererat Hubungan dengan Diaspora
- Gubernur NTT ke Batam: Lebih dari Sekedar Silaturahmi, Ini Tentang Rindu dan Harapan
- PT MSM Siap Menyerahkan Bagi Hasil 30 Persen ke PAD Karimun
Dari 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK, beberapa diantaranya diketahui merupakan kasatgas dari penyidik yang menangani kasus besar, yaitu kasus bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19 hingga ekspor benih lobster (benur).
Sekretaris Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam-PBNU), Marzuki Wahid, dalam acara yang sama, meminta agar KPK membuka hasil TWK seluruh pegawai secara transparan.
“Sampai sekarang saya belum memperoleh informasi hasil transparan TWK ini. Yang dikemukakan ke publik lolos dan tidak lolos, nah lolos dan tidak lolos parameternya apa? terus nilai berapa sehingga tidak lolos,” uajr Marzuki (Ir)