Ramadhan ke -15, Semua Butuh Proses Yang Alami

Yan Fitrihalimansyah

Terpandang, Punya Gelar, Kedudukan dan Pangkat Jendral Emas di pundak, tak serta-merta datang begitu saja. Ada proses yang pahit dibalik capaian seorang Yan Fitri hari ini.

Jendral bernama lengkap Brigjen. Pol. Drs. Yan Fitri Halimansyah, M.H. itu mengisahkan bahwa setiap capaian harus melewati proses yang alami. Kuat tidaknya orang tersebut saat menjalani proses tersebut akan membuktikan kualitas diri dan kepemimpinannya.

Dia menyebutkan bahwa defenisi hidup adalah suatu motivasi, tujuan dan harapan yang harus dimiliki oleh setiap individu yang hidup di dunia ini, maka menurutnya, setiap orang untuk mencapai tujuan tersebut harus mendapatkan dan melewati sebuah jalan.

Ibarat menaiki deretan anak tangga, kesuksesan yang diraih seseorang bukanlah saat ia mencapai anak tangga terakhir. Setiap anak tangga yang didaki, itulah kesuksesan yang sesungguhnya.

“Maka jika ingin memperoleh kesuksesan, nikmatilah setiap prosesnya, meski proses itu harus dilalui dengan susah payah. sukses adalah sebuah perjalanan yang harus dinikmati prosesnya, bukan hasilnya,” ujar mantan Wakapolda Kepulauan Riau itu.

Saat ini, setiap orang hanya melihat Yan Fitri sebagai seorang jendral. Padahal, jauh sebelum dititik hari ini, Yan Fitri hanyalah seorang polisi yang menyambi sebagai Kulakan Sapi di pasar untuk memenuhi kebutuhan dirinya.

Mengulak sapi di Pasar Lampung adalah sebuah proses alami yang dijalani Yan Fitri untuk mencapai tujuan dari cita-citanya.

” Jika Senin sampai Jumat saya dinas di Polisi, Sabtu Minggu saya kulakan sapi di Lampung” jelas Abang dari Lis Darmansyah itu.

Yan mengaku sangat menikmati proses tersebut, dia mengilhami penggalan Surah Ar-Ra’d ayat 11 sebagai salah satu alasan dirinya harus dapat mencapai kesuksesan hidup untuk orang-orang disektiarnya.

“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri,” (Q-S Ar-Ra’d ayat 11).

Dalam tafsir Fidzilalil Qur’an, Said Quthb menjelaskan bahwa Allah selalu mengikuti manusia dengan memerintahkan malaikat penjaga untuk mengawasi apa saja yang dilakukan manusia ketika mereka berusaha mengubah diri dan keadaannya.

Pada hakikatnya memang Allah telah menentukan takdir manusia akan bernasib baik atau bernasib buruk. Tetapi, nasib tersebut berdasarkan ayat di atas akan berubah sesuai dengan apa yang dilakukan manusia itu sendiri.

Nasib yang semula baik bisa saja berubah menjadi buruk ketika manusia telah melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan apa yang diperintahkan Allah.

Nasib seperti ini sebagaimana pernah terjadi terhadap umat-umat terdahulu yang semula dalam kemuliaan tetapi secara tiba-tiba berubah menjadi kehancuran karena ulah mereka sendiri.

Misalnya nasib yang dialami oleh umat Nabi Hud as. Mereka pada awalnya hidup dalam keadaan baik, penuh dengan kekuatan, dan bergelimang keindahan duniawi. Tetapi karena keburukan yang mereka lakukan melampaui batas, maka Allah menimpakan kehinaan kepada mereka.

Seiring waktu berjalan, kaum Nabi Hud semakin menjadi-jadi dalam melakukan kezaliman dan kesyirikan. Karena keangkuhan kaum Nabi Hud itulah Allah kemudian menimpakan sebuah bencana yang membuat mereka binasa.

Hujan yang turun selama tujuh malam delapan hari menerjang wilayah kaum Nabi Hud. Angin kencang dan udara yang teramat dingin menyertai hujan tersebut sehingga mereka yang mendustai Allah tidak terselamatkan.

Kisah tersebut semakin menunjukkan bahwa kita sebagai manusia harus selalu berbuat kebajikan dan tetap di jalan Allah agar kita mendapat nasib yang baik.

Semoga kita semua selalu dalam lindungan-Nya.

Exit mobile version