Hidup ini bak misteri, begitu banyak hal yang tidak dapat diterka. Jangankan di masa depan, esok hari saja kita tak tahu apa yang akan terjadi.
Keajaiban merupakan hal yang banyak orang tak mempercayainya saat ini. Padahal, keajaiban ada di sekitar kita dan terjadi setiap hari. Mulai hal kecil yang mungkin tidak kita sadari, sampai keajaiban “besar” yang membuat kita bersyukur hal itu terjadi.
Keajaiban memberi kita semangat untuk terus berharap, tak mudah menyerah, dan optimistis.
“Tidak ada yang mustahil. Semua bisa terjadi asalkan kita percaya pada keajaiban Tuhan dan mukjizat yang diberikan-Nya”
Hal itu lah yang dipercaya oleh seorang pemilik ELSADAI SCHOOL. Pemuda yang percaya akan keajaiban dan mukjizat Tuhan. Siapakah lelaki sukses ini?
Dialah Johanes Tarigan. Lelaki kelahiran Lau Kersik, Kec. Tigalingga Kab. Sidikalang, Dairi, Sumatera Utara yang kini namanya dikenal masyarakat Batam karena kesuksesannya.
Lelaki yang lahir pada 27 Maret 1973 itu menghabiskan masa kecilnya dikampung. Kampung yang sangat jauh dari kota Medan. Orang-orang yang ingin mengunjungi kampung itu harus menempuh perjalanan selama lima jam atau lebih tergantung kondisi jalan.
Johanes dibesarkan oleh orang tua yang tidak memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi. Ayahnya yang bernama Muhammad Tarigan (Alm) merupakan seorang Petani tamatan SD kelas 5 yang kerjanya hanyalah bertani sehari-hari. Sedangkan ibunya, Sumihar (Alm) adalah sosok ibu rumah tangga tamatan SD kelas 3 yang memberikan kenyamanan bagi dirinya dan saudara-saudaranya.
Namun begitu, Johanes atau yang kerap disapa Jo itu tetap memiliki semangat sekolah yang tinggi. Ia adalah alumni dari SD N 1 Tigalingga dan SMP N 1 Tigalingga.
Masa-masa SMP adalah masa-masa yang tak terlupakan bagi seorang Johanes. Pasalnya, dirinya yang kala itu berumur 15 tahun mengalami koma selama enam jam dan mengalami kelupuhan pada setengah wajahnya selama sekitar satu bulan akibat kecelakaan yang dialaminya, dapat kembali sembuh total dengan keadaan yang saat itu sulit dipercaya untuk dapat sembuh. Dokter pun sudah memberikan pilihan bahwa ada tiga kemungkinan yang akan terjadi pada dirinya, meninggal, geger otak atau gila. Namun siapa siangka, keajaiban datang menghampirinya.
“Waktu SMP umur 15 tahun, kepala saya ditindih mobil. Jadi waktu itu saya sedang berada dibawah mobil dengan posisi kepala tepat di bawah ban. Nah, dongkrakannya lepas terus kepala saya ketinggalan dibawah dengan posisi terungkup. Dulu orang tua, dokter sudah nyerah buat ngobatin saya. Saya udah pasrah aja. Tapi akhirnya saya bisa sembuh dengan mukjizat yang diberikan Tuhan,” jelas pria berusia 48 tahun itu.
Semenjak kejadian itu, ia meyakini bahwa mukjizat itu nyata adanya. Ketika Tuhan berkehendak, maka semua yang awalnya mustahil akan terjadi. Dirinya tidak pernah meragukan keajaiban setelah apa yang menimpa dirinya. Mindset nya pun berubah untuk selalu mempercayai Tuhan dalam segala hal.
Suatu ketika, sang ayah berkata kepada Jo remaja untuk berhenti bersekolah. Sang ayah menjelaskan bahwa dirinya akan memberikan Jo usaha jualan kayu untuk dikelola dan menyambung hidupnya. Namun Jo menolak tawaran ayahnya itu untuk tetap bersekolah.
“Menurut saya bapak orang yang pintar ya. Dulu waktu SMP dia bilang kalo dia tidak setuju saya sekolah. Kalo kau sekolah, aku rugi. Tenagamu tak bisa kupake. Ku kasih uang kau sekolah terus kau sukses, istrimu yang menikmati. Terus untuk ku apa?” Ujar Jo sembari mengingat kata-kata sang ayah.
“Boleh kau pilih sekolah, tapi jangan pernah mengeluh. Kalo sempat sekali saja kau mengeluh, maka berhenti kau sekolah. Kata bapak waktu itu. Lalu bapak jelasin ke saya, kalo saya sekolah, begini lah rumah saya sembari melihatkan rumah-rumah orang sukses” tambahnya.
Jo menentukan pilihannya untuk terus bersekolah dan belajar. Lalu ia melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atasnya di SMA N Kebahjahe. SMA yang terletak di beda kabupaten dengan rumah orang tuanya.
Semasa SMA sang ayah tetap memperlakukan Jo sama seperti saat ia duduk di bangku SMP. Dirinya tak boleh mengeluh dan menceritan apapun kepada ayahnya. Bahkan, ayahnya tak tahu menahu sedikitpun mengenai Jo kala itu. Ayahnya hanya berpesan bahwa tugasnya hanyalah mengirimkan uang untuk kehidupan Jo selama sekolah.
“Bapak sampe gak tau apa-apa tentang saya. Saya jurusan apa, kos dimana dan masalah saya apa. Bapak cuman kirim uang dan bilang jangan pernah mengeluh. Kalo sempat mengeluh, disuruh pulang kampung” Ungkap anak ketiga dari lima bersaudara itu.
Bahkan untuk menambah uang jajannya kala itu, dirinya bekerja menjadi supir angkot, supir Persada Nusantara dikarenakan tidak boleh ada tambahan uang jajan dari apa yang telah diberi ayahnya. Bekerja sambil sekolah tak membuatnya mundur untuk terus melanjutkan pendidikannya.
Meskipun pada awal kelas satu. ia menduduki peringkat dua terahir dari 45 siswa. Namun dirinya tak pernah berhenti berusaha. Dirinya percaya bahwa mukjizat Tuhan itu ada dan akan menghamipirinya lagi. Hingga akhirnya, dikelas tiga, ia mampu meraih juara satu yang mana sebelumya hanyalah juara belakangan.
“Semua orang itu bisa berubah. Percaya aja kalo mukjizat itu ada. Ubah mindset kita, ubah cara pandang kita. Ketika kita berpikir posistif, maka semua itu akan terjadi” tutur Johanes.
Pada akhirnya, ia dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang perguruan tinggi pada tahun 1992. Lelaki berkumis itu memasuki salah satu perguruan tinggi ternama di Bandung melalui jalur UMPTN. Ia merupakan bagian dari mahasiwa Universitas Padjajaran (Unpad) jurusan fisika.
Selama belajar dikampus, dirinya mengalami kesulitan dalam pelajaran bahasa inggris. Pada awal semester, ia kerap mendapatkan nilai E atau setara dengan 0 pada belajaran bahasa inggris. Kendati demikian, dirinya memiliki keinginan yang kuat untuk dapat berkeliling dunia.
“Saya bilang nih dulu sama teman-teman, kalo saya pengen keliling dunia. Nah temen saya, mas Topo namanya. Dia satu kos sama saya, terus bilang ke saya, gimana bisa keliling dunia, kamu aja tidak bisa bahasa inggris” Ungkap Johanes mengenang masa-masanya saat menjadi mahasiswa.
Olokan dari temannya itu tak membuat dirinya lantas menyerah begitu saja. Jo tetap berusaha untuk belajar dan terus belajar serta ia selalu percaya bahwa keajaiban itu ada. Hal yang selalu digenggamnya erat hingga saat ini.
Sembari belajar diperguruan tinggi, dirinya juga mengajar sebagai guru private les untuk anak-anak SD hingga SMA. Hal itu dilakukannya untuk menambah uang jajan selama ia menempuh pendidikannya di Bandung. Mengingat perintah sang Ayah yang tidak memperbolehkannya untuk mengeluh.
“Saya kerja sampingan ngajar anak SD sampai SMA kerumah-rumah. Ya untuk tambahan uang jajan. Kalo sarapan, cuman beli nasi terus lauknya tempe sama tahu” Kenang Jo saat itu.
Ketika hari kelulusan tiba. Jo yang sedang berada dikampungnya akan berangkat ke Bandung untuk merayakan hari besarnya itu dengan menaiki mobil ALS waktu itu. Namun, sang ayah dan ibu tidak turut serta merayakan hari besarnya itu. Bukan karena alasan lain, alasan yang sama yang diberikan ayahnya pada dirinya dulu. Jangan mengeluh, ya itulah alasannya. Disisi lain, sang ayah yang kala itu merasakan haru tetap bangga pada anak laki-lakinya itu.
“Pas saya mau naik mobil, saya ingat betul bapak bilang teruskan perjuanganmu nak. Terus beliau dia langsung membalikan badannya. Saya tahu kalau beliau sedih namun dia tak mau menampakkannya” kata Johanes.
Setelah mendapatkan gelar Sarjanya di UNPAD pada tahun 1997. Jo melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi yaitu program Magister. Kala itu, dirinya mendapatkan tawaran untuk melanjtkan kuliahnya di Singapore. Mendapatkan tawaran yang sangat berharga itu, tanpa fikir panjang, dirinya langsung menyetujui tawaran itu. Bak pepatah orang Batak “dapat tembak langsung.”
Ia mengenyam pendidikan S2 nya di Bethany International University (BIU) dengan memilih jurusan Manajemen Pendidikan. Dirinya mendapatkan beasiswa untuk belajar ke kota Singa itu.
Selama tiga bulan, Jo muda tidak mengerti apa-apa. Dirinya hanya tahu kalimat “yes” dan “no” saja kala itu. Bahkan ia mengalami kesulitan saat dikelas. Kala professor menjelaskan, ia hanya bisa melihat dan tersenyum tanpa tau arti dari tiap kata yang diucapkan oleh professornya itu.
Pada bulan ke empat Johanes menetap di Singapore, dirinya mulai dapat berbicara dan menulis dalam bahasa Inggris. Dimulai dari lingkungan hingga tidak ada satu orang pun yang berbahasa Indonesia disana, Johanes mulai terbiasa dengan bahasa Inggris.
“Pertama saya sampai, kepala sekolahnya bilang this is your bathroom, saya bawa semua barang-barang saya karena saya itu bedroom. Terus yes no aja yang saya tahu dulu saat tiga bulan pertaman di Singapore. Setelah bulan ke empat, saya mulai bisa bahasa Inggris karena lingkungan terus belajar secara otodidak” ungkap Johanes.
Setelah satu tahun belajar di BIU, Johanes akhirnya lulus setelah satu tahun belajar dan mendapatkan gelar Magisternya dengan GPA 3.
Salah satu persembahan terbaik yag pernah dirinya berikan kepada sang ayah adalah dengan ‘menjadi seorang bapak bagi ayahnya’. Ayahnya yang tak pernah merasakan kasih sayang seorang ayah akhirnya mau membuka dirinya pada Johanes. Sang ayah menceritakan semua kepahitan masa hidupnya sejak dulu. Kemudian disis lain, sang ibu yang sanagt akrab dengan menantunya. Persembahan yang diberikan tak selalu berupa barang-barang mewah.
Johanes dan Kesuksesaanya
Batam merupakan kota tempat Johanes ingin mengadu nasibnya. Dirinya sampai di Batam pada tahun 1999 tepatnya pada tanggal 05 Januari. Hari itu merupakan hari yang tak terlupakan menurutnya. Begitu dirinya tiba di Bartam, betapa terkejutnya ia melihat kondisi kota industri itu. Masih banyak lahan kosong dan hutan-hutan serta tempat tinggalnya yang sekarang, Komple Rosedale, disebut-sebut sebagai perumahan hantu dulunya.
“Pas sampe sini saya kaget. Wah begini ya Batam. Orang bilang kalau kamu ke Batam, maka kau akan menyesalinya. Dulu komplek rumah saya itu dibilang komple hantu karena tidak ada yang tinggal disana dlu. Kalo sekarang sudah rame” Jelas Johanes.
Pekerjaanya pertama kali di Batam adalah sebagi pengurus sekolah Diploma, pelatihan gratis selama Sembilan bulan. Sekolah Diploma ini dibuat oleh teman-temannya di Singapore dan meminta Johanes untuk mengelolanya.
Pada tahun 2004, Johanes mendirikan LSM Peduli Bangsa. Hal ini dilandasi dari rasa keperdulian Johanes dan tim mengenai musibah yang menimpa kota Aceh pada tahun itu. Hingga akhirnya munculah ide untuk membangun LSM Peduli Bangsa guna mebantu korban-korban yang mengalami musibah. Berbagi sembako gratis, dapur umum, pendidikan gratis hingga membangun lebih dari 300 rumah sebagai program yang mereka jalani.
Tercatat, organisasi ini telah banyak memeberikan bantuan terhadap daerah-daerah yang mengalami musibah bencana alam. Beberapa diantarnya adalah Sumatera Barat pada tahun 2009, Gempah di Aceh tahun 2004 dan Gempa di Jogja. Teruntuk Batam sendiri, mereka memberikan program pengobatan gratis yang bekerja sama dengan dokter dan perawat di Singapore pada tahun 2006-2020.
LSM Peduli bangsa sendiri sudah berjalan selama empat belas tahun yang aktif bergerak di bidang social, pendidikan dan bisnis. Kini mereka rutin memberikan sembako gratis tiap bulan tak terkecuali semasa covid. Dirinya selalu berpesan untuk selalu yakin, karena dimana ada kemauan maka disitu ada jalan.
Goal seorang Johanes adalah untuk selalu dapat menolong orang banyak. Menurutnya dengan menolong orang banyak, terdapat kepuasaan tersendiri dalam diri.
”The purpose of this life is for helping people. that’s the end of our life as human” tutur Johanes kala diwawancarai di kantor Owntalk.
Setelah lama kekecipung didunia LSM Peduli Bangsa yang juga aktif pada bidang pendidikan. Akhirnya pada tahun 2005, Jo mendirikan ELSADAI SCHOOL. Sekolah miliknya itu beralamat di Baloi permai, Batam kota.
Kini dirinya telah menjadi orang sukses dan memiliki usaha sendiri. Dirinya juga sering mengikuti seminar-seminar atau sebagai pembicara yang berada diseluruh penjuru dunia. Mexico, Eropa, Afrika, Hongkong, Myanmar, Thailand, Korea, Amerika, Australia, Mesir dan masih banyak lagi. Selain pekerjaan bisnis, ia juga kerap bekeliling dunia seperti apa yang diimpikannya dulu hanya untuk sekedar jalan-jalan.
Johanes juga pernah mencalonkan diri sebagai Wali Kota pada tahun 2005 dan mencalonkan diri sebagai anggota DPD pada tahun 2009. Namun ia belum berhasil pada kesempatan itu. Dirinya juga menjabat sebagai ketua MUKI (Majelis Umat Kristen Indonesia) yang berada di Kepri terhitung mulai tahun 2020.
Kini Johanes memiliki tiga orang anak dan istri yang tinggal di Australia. Anak pertamannya berumur 19 tahun bernama Sarah, Joshua berumur 16 tahun dan anak terakhirnya bernama Lia yang berumur 11 tahun. Istrinya yang merupakan orang asli Indonesia, Batak, itu bernama Setiasih atau yang akrab dipanggil Tia.
Anak-anaknya memilih untuk sekolah di Australia dan menjalani hidup mereka secara mandiri. Bekerja part-time diluar negerti merupakan hal yang lumrah dilakukakank anak-anak remaja disana tak terkecuali anak-anak Johanes.
“Saya terapkan prinsip yang sama dengan ajaran bapak saya kepada anak saya. Saya bebaskan mereka memilih jalan hidupnya masing-masing. It’s your life. Agar mereka dapat bertanggung jawab atas pilihan mereka sendiri” ujar Johanes.
Riwayat Pendidikan:
- SD N 1 Tigalingga (1979-1985)
- SMP N 1 Tigalingga (1985-1988)
- SMA Kabanjahe (1988-1991)
- UNPAD (1992-1997)
- BIU (1997-1998)
Riwayat Organisasi :
- Ketua LSM Peduli Bangsa (2004 – Sekarang)
- Ketua MUKI (2020 – Sekarang)
Riwayat Pekerjaan:
- Pengurus Sekolah Diploma (1999)
- Pemilik ELSADAI School (2005 – Sekarang)
Ditulis Oleh : Juni Zalina dan Tim