(Pembangunan Hukum Kemaritiman dalam Upaya mencapai kesejahteraan sosial bagi seluruh Masyarakat Indonesia)
Oleh : Baharudin Farawowan
(Penulis adalah Mahasiswa Doktor Ilmu Hukum di Jakarta)
Salah satu bentuk penyelenggaraan pemerintahan adalah penyelenggaraan tentang kemaritiman yang dapat dimulai sejarahnya dari kerajaan Sriwijaya.
Kerajaan Sriwijaya merupakan suatu kerajaan pantai, sebuah negara perniagaan dan negara yang berkuasa di laut. Kekuasaan Kerajaan Sriwijaya disebabkan oleh kebiasaan perdagangan internasional melalui Selat Malaka, sehingga berhubungan dengan jalur perdagangan internasional dari Asia Timur ke Asia Barat dan Eropa.
Letak geografis Sriwijaya merupakan suatu modal yang baik untuk ikut serta dalam perdagangan internasional yang mulai berkembang antara India dan daratan Asia Tenggara. Sebagai kerajaan maritim yang hidup berdasarkan sektor perdagangan dan pelayaran, penguasa Sriwijaya menguasai jalur-jalur perdagangan dan pelabuhan melalui kebiasaan menimbun barang untuk diperdagangkan. Dalam perkembangannya, kebiasaan menimbun barang itu menjadi hukum adat yang disebut sebagai “paksaan menimbun barang”.
Sriwijaya menggunakan “paksaan menimbun barang” untuk mewajibkan kapal-kapal singgah di pelabuhannya. Dengan singgahnya kapal-kapal di pelabuhan Sriwijaya, Raja Kerajaan Sriwijaya dapat memungut bea dari perdagangan yang melalui wilayah maritim Sriwijaya. Selain sebagai penguasa, Raja Sriwijaya dan para bangsawan juga melakukan perdagangan sendiri.
Melalui perdagangan dan hukum adat yang berlaku, Raja dapat menguasai wilayah maritim dan menimbun kekayaan. Raja Sriwijaya bahkan mempunyai kapal-kapal sendiri. Selain itu, kekayaan raja dan para bangsawan juga diperoleh dari rampasan hasil peperangan dan pembajakan laut. Untuk mengamankan wilayah Sriwijaya dari bajak laut, Pemerintah Sriwijaya mengeluarkan kebijakan memasukkan kepala bajak laut dalam ikatan kerajaan, sehingga mereka menjadi bagian dari organisasi perdagangan kerajaan sekaligus menjadi pengaman bagi jalur-jalur pelayaran.
Sebagaimana hukum adat yang berlaku pada masa itu, pemimpinpemimpin yang negaranya takluk di bawah pemerintahan Sriwijaya, selain menyatakan diri sebagai bagian dari naungan Sriwijaya, mempunyai pemerintahan sendiri.
Dengan meluasnya wilayah Sriwijaya, hukum adat “paksaan menimbun barang” juga memiliki cakupan yang lebih luas karena Raja Sriwijaya mewajibkan kapal lokal dan asing yang lewat pada daerah-daerah taklukannya baik dari Cina maupun menuju ke Cina untuk singgah di pelabuhan Sriwijaya. Untuk melanggengkan kekuasaannya, Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan diplomasi dengan negeri-negeri adidaya lain di sekitarnya.
Melalui hubungan diplomasi tersebut, kekuasaan Sriwijaya terhadap wilayahnya mendapat pengakuan dari kerajaan lain dan juga mendapatkan dukungan jika ada penyerangan terhadap kerajaan tersebut. Selain melalui hubungan diplomasi, pengembangan kekuasaan Sriwijaya dilakukan melalui penguasaan terhadap simpul-simpul perdagangan dan arus perdagangan yang ada dengan berbagai cara, seperti pelayaran dan ekspedisi militer.
(Bersambung)